Samarinda, Sekala.id – Kalimantan Timur (Kaltim) beruntung memiliki Isran Noor dan Hadi Mulyadi sebagai pemimpinnya. Pasangan gubernur dan wakil gubernur ini telah membuktikan kerja sama yang solid dan produktif selama lima tahun terakhir. Isran Noor dan Hadi Mulyadi dilantik pada Oktober 2018.
“Saya happy saja bersama pak Hadi Mulyadi selama lima tahun,” ujar Isran Noor saat bertemu wartawan di Samarinda, Kamis (28/9/2023).
Isran Noor mengaku bahwa Hadi Mulyadi adalah partner yang cocok untuknya. Mereka berdua memiliki visi dan misi yang sejalan, serta gaya kepemimpinan yang saling melengkapi.
“Saya sangat bangga bisa berdua (bersama Hadi Mulyadi) sampai dengan akhir dalam kondisi apapun,” tambahnya.
Isran Noor memang dikenal sebagai sosok yang humoris dan santai. Dia sering bercanda dan guyon saat diwawancara oleh para jurnalis. Namun, dia juga mengungkapkan rasa terima kasihnya kepada media yang selalu memberitakan kegiatan pemerintahannya.
“Saya senang, walaupun kadang saya macam-macam menjawab ketika ditanya wartawan. Ada cara menjawabnya ketika mereka tidak paham saat saya sudah menjelaskan,” katanya.
Di balik sikapnya yang asyik, Isran Noor ternyata sangat serius dalam bekerja untuk Kaltim. Dia tidak segan-segan bersuara dan berjuang untuk kepentingan daerah dan masyarakat.
Salah satu contohnya adalah ketika dia menolak kebijakan penghapusan honorer dari pemerintah pusat. Isran Noor menjadi gubernur pertama yang berani melawan kebijakan itu. Alhasil, honorer di Kaltim tetap bisa bekerja dan mendapatkan haknya.
Selain itu, Isran Noor juga berhasil mendapatkan dana kompensasi penurunan emisi karbon dari Bank Dunia sebesar USD110 juta. Ini adalah prestasi yang luar biasa, karena Kaltim menjadi provinsi pertama di Indonesia yang mendapatkan dana kompensasi tersebut.
Isran Noor mengakui, program penurunan emisi karbon sudah ada sejak zaman Gubernur Kaltim sebelumnya, Awang Faroek Ishak. Namun, Awang Faroek tidak menyadari bahwa program itu bisa menjadi sumber pendapatan bagi daerah.
“Memang seperti penurunan emisi karbon itu di zaman pak Awang, tapi pak Awang tidak menghitung bahwa itu akan menjadi uang,” kata Isran Noor.
Isran Noor mengatakan, Awang Faroek adalah sosok yang hebat dan visioner. Dia hanya memikirkan bagaimana menjaga lingkungan dengan baik tanpa mengharapkan imbalan apapun. Dia bahkan membuat regulasi untuk melindungi dan mengembangkan kawasan hutan di Kaltim.
“Pak Awang tidak memikirkan dibayar atau nggak, dia adalah great man. Dia itu yang penting bagaimana kita menjaga lingkungan. Sampai dibuatkan regulasi pergub dan perda untuk melindungi serta mengembangkan kawasan hutan agar lebih memberi manfaat,” puji Isran Noor.
Namun, Isran Noor juga tidak mau kalah dengan Awang Faroek. Dia punya strategi sendiri untuk mendapatkan dana kompensasi dari negara-negara maju yang berkomitmen untuk membayar negara-negara yang bisa menurunkan emisi karbon.
“Saya katakan, apabila tidak bisa memenuhi komitmen dengan memberikan kompensasi, nggak usah, nggak apa-apa, tapi sepulang saya dari sini, hutan saya babat, saya bakar. Nah, tiga bulan kemudian keluar surat untuk Mr. Noor,” cerita Isran Noor.
Tentu saja, Isran Noor tidak benar-benar ingin membakar hutan. Itu hanya cara dia untuk menekan negara-negara maju agar mau membayar dana kompensasi sesuai dengan nilai yang seharusnya.
“Jadi dana kompensasi karbon itu bukan 5 dolar, tapi di kisaran 45-55 dolar setiap satu ton,” jelasnya.
Meski begitu, Isran Noor tetap bersyukur atas dana kompensasi yang didapatkannya. Dia berharap, dana itu bisa dimanfaatkan untuk pembangunan dan kesejahteraan masyarakat Kaltim. (Dey/Zal/Sekala)