Kukar, Sekala.id – Terkepung keterbatasan lahan pertanian, Pemerintah Desa Embalut terpaksa memutar haluan ekonomi warganya. Diversifikasi sektor pun menjadi pilihan yang tak bisa ditunda. Kini, lahan bekas tambang dijadikan pertaruhan baru demi menyelamatkan masa depan ekonomi desa.
Kepala Desa Embalut, Yahya, mengungkapkan bahwa luas sawah aktif di desanya tak lebih dari 40 hektare. Kondisi ini membuat ketergantungan pada sektor pertanian kian riskan, terutama dalam menghadapi tekanan ekonomi dan iklim yang tak menentu.
“Kalau hanya mengandalkan sawah, ekonomi warga akan stagnan. Kami harus buka jalur baru, dan lahan bekas tambang menjadi pilihan paling rasional saat ini,” kata Yahya.
Sebanyak 40 hektare lahan eks tambang kini mulai ditanami jagung. Pemerintah desa juga mengusulkan penanaman tanaman sela seperti cabai dan terong untuk mengoptimalkan potensi panen. Usulan ini telah diajukan ke Bupati dan Dinas Pertanian, namun dukungan penuh belum sepenuhnya turun.
Di balik langkah progresif ini, terdapat ironi besar: warga desa harus menghidupi masa depan dari lahan bekas kerusakan lingkungan.
“Ini bukan pilihan ideal, tapi satu-satunya yang tersedia,” tegas Yahya.
Di sektor perikanan, desa masih bertumpu pada hasil tangkap dan budidaya ikan keramba. Pemerintah desa mencoba menyuntikkan semangat baru lewat pelatihan dan bantuan sarana produksi, agar sektor ini tetap bisa bersaing di tengah keterbatasan yang ada.
Diversifikasi ini bukan sekadar strategi ekonomi, tapi upaya bertahan hidup. “Kami ingin masyarakat punya lebih banyak pilihan. Jangan sampai satu sektor kolaps, semua ikut jatuh,” tandas Yahya.
Namun tanpa dukungan konkret dari pemerintah kabupaten, langkah-langkah ini bisa terhenti di tengah jalan. (Jor/El/ADV/Pemkab Kukar)