Jakarta, Sekala.id– Kejaksaan Agung (Kejagung) terus mengusut kasus dugaan korupsi pengelolaan komoditas emas yang melibatkan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dan PT Aneka Tambang (Antam). Kasus ini diduga merugikan negara hingga Rp 189 triliun.
Tim Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung telah memeriksa sejumlah saksi dari pihak Bea Cukai, Antam, dan swasta. Pada Jumat (19/5/2023), tim Jampidsus memeriksa empat orang saksi, yakni HW, MAD, FI, dan EDN.
HW merupakan karyawan PT Indah Golden Signature (IGS), salah satu importir emas batangan yang berdomisili di Surabaya. Sementara MAD, FI, dan EDN adalah pejabat Bea Cukai Kemenkeu. EDN menjabat sebagai Kepala Seksi Penyidikan dan Barang Hasil Penyidikan DJBC.
Menurut Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Ketut Sumedana, keempat saksi diperiksa terkait penyidikan perkara dugaan tindak pidana korupsi pada pengelolaan kegiatan usaha komoditas emas periode 2010-2022.
“HW, MAD, FI, dan EDN diperiksa sebagai saksi terkait penyidikan perkara dugaan tindak pidana korupsi pada pengelolaan kegiatan usaha komoditas emas periode 2010-2022,” kata Ketut dalam keterangan resmi yang diterima wartawan di Jakarta.
Ketut tidak menjelaskan lebih lanjut peran dan keterlibatan para saksi dalam kasus ini. Namun sebelumnya, Jampidsus Febrie Adriansyah mengatakan bahwa ada kaitan antara Bea Cukai dan Antam dalam pengelolaan komoditas emas tersebut.
“Itu penyelenggara negaranya,” ujar Febrie di kantornya.
Kasus ini bermula pada 2016 ketika DJBC melakukan audit terhadap kegiatan usaha komoditas emas. Hasil audit menunjukkan adanya indikasi pelanggaran hukum dalam proses impor, ekspor, penjualan, dan pembelian emas batangan.
Dari audit tersebut, DJBC menemukan adanya transaksi mencurigakan senilai Rp 189 triliun yang diduga terkait dengan tindak pidana menyangkut emas batangan.
Staf Khusus Menteri Keuangan Yustinus Prastowo mengatakan bahwa transaksi mencurigakan itu meliputi impor emas tanpa izin, impor emas dengan izin palsu, impor emas dengan dokumen palsu, impor emas dengan harga tidak wajar, impor emas dengan tujuan tidak jelas, dan impor emas dengan penerima tidak jelas.
“Ada juga impor emas dengan tujuan ekspor tetapi tidak diekspor, impor emas dengan tujuan ekspor tetapi diekspor dengan harga tidak wajar, impor emas dengan tujuan ekspor tetapi diekspor dengan dokumen palsu, dan impor emas dengan tujuan ekspor tetapi diekspor dengan penerima tidak jelas,” kata Yustinus.
Yustinus menambahkan bahwa DJBC telah melakukan upaya hukum terhadap pelaku-pelaku yang terlibat dalam transaksi mencurigakan tersebut. Namun karena kasus ini melibatkan banyak pihak dan nilai yang besar, maka DJBC meminta bantuan Kejagung untuk mengusutnya lebih lanjut.
“Kami berharap Kejagung dapat mengungkap kasus ini secara tuntas dan profesional. Kami juga berkomitmen untuk memberantas korupsi di lingkungan DJBC dan memberikan dukungan penuh kepada Kejagung,” ujar Yustinus.
Kejagung sendiri telah meningkatkan status kasus ini menjadi penyidikan pada 10 Mei 2023 dengan menerbitkan surat perintah penyidikan nomor Prin-14/F.2/Fd.2/05/2023. Tim Jampidsus juga telah melakukan penggeledahan di beberapa lokasi terkait kasus ini.
Salah satu lokasi yang digeledah adalah Kantor Bea Cukai Kemenkeu di Jakarta. Selain itu, tim Jampidsus juga menggeledah PT UBS dan PT IGS di Surabaya, serta beberapa tempat di Pulogadung, Pondok Gede, Cinere – Depok, dan Pondok Aren – Tangerang Selatan.
Dalam penggeledahan tersebut, tim Jampidsus menyita sejumlah dokumen dan barang bukti lainnya yang berkaitan dengan kasus ini. Tim Jampidsus juga berencana untuk memeriksa lebih banyak saksi dan tersangka dalam waktu dekat.
“Kami masih mengumpulkan alat bukti untuk menetapkan tersangka. Kami akan bekerja secara profesional dan objektif untuk mengungkap kasus ini,” kata Dirdik Jampidsus Kejaksaan Agung Kuntadi. (Red/Sekala.id)