Samarinda, Sekala.id – Kabupaten Kutai Timur (Kutim) sedang memulai babak baru dalam pengelolaan aset desa dengan teknologi canggih. Selama tiga hari berturut-turut, sebanyak 350 aparatur desa dari 18 kecamatan mengikuti bimbingan teknis (bimtek) di Grand Ballroom Hotel Aston Samarinda baru-baru ini. Dengan menghadirkan aplikasi terbaru, SIPADES 3.0, pemerintah daerah berupaya menciptakan sistem pengelolaan aset desa yang lebih transparan dan akuntabel.
Dalam bimtek ini, Lembaga Salam Gemilang Karya bersama Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMDes) Kutim mengundang narasumber ahli dari Kementerian Dalam Negeri, I Ketut Sukadana dan Amrinsyah Darwis, untuk langsung mendampingi para peserta. Bambang Ismadi, Ketua Lembaga Salam Gemilang Karya, menjelaskan bahwa kedua narasumber tersebut membawa ilmu dan wawasan baru yang krusial bagi pengembangan tata kelola desa.
“Ini bukan sekadar pelatihan biasa. Dengan SIPADES versi 3.0, kita tidak hanya mencatat data, tetapi juga menjaga aset desa untuk generasi mendatang,” tegas Bambang.
Yang membuat SIPADES 3.0 begitu menarik adalah fitur kodefikasi dan labelisasi asetnya, yang memungkinkan setiap desa memiliki identifikasi aset yang unik dan lebih tertata. Hal ini bertujuan memudahkan desa dalam pelaporan kekayaan, serta meminimalisir potensi kehilangan atau penyalahgunaan aset. Melalui aplikasi ini, diharapkan para kepala desa dan perangkatnya tidak hanya menjadi administrator, tetapi juga “penjaga” kekayaan desa.
Sementara itu, Kepala DPMDes Kutim, M Basuni, menekankan pentingnya kontinuitas dalam pemerintahan desa. Menurutnya, aplikasi ini akan menjadi alat utama untuk memastikan desa memiliki pencatatan aset yang terstruktur dan terintegrasi dengan rencana pembangunan desa jangka panjang.
“Melatih aparatur desa bukan pekerjaan mudah, jadi mereka yang sudah mendapatkan ilmu ini harus bisa dipertahankan. SIPADES adalah investasi kita untuk masa depan desa,” ujar Basuni.
Terpisah Penjabat Sementara (Pjs) Bupati Kutim, M Agus Hari Kesuma, yang menutup acara ini, menyampaikan pandangannya bahwa aplikasi saja tidak cukup. Perangkat desa juga perlu berinovasi dan mengambil inspirasi dari daerah lain. Ia menyarankan adanya studi banding ke wilayah yang telah sukses mengelola aset desa dengan maksimal.
“Ini bukan sekadar tentang sistem aplikasi, tapi soal bagaimana kreativitas perangkat desa bisa menjadi motor penggerak PAD. Lihatlah Tebing Breksi di Yogyakarta, itu adalah bukti bagaimana sebuah aset bisa menjadi daya tarik luar biasa,” ungkap Agus.
Ia juga menyoroti pentingnya keberlanjutan dalam pengelolaan perangkat desa yang sudah terlatih. Untuk itu, Agus menyarankan agar ada regulasi yang melindungi dan mempertahankan aparatur yang sudah memiliki keahlian khusus, sehingga desa tidak kehilangan aset berupa SDM yang telah terlatih. (Jor/Mul/ADV/Pemkab Kutim)