Jakarta, Sekala.id – Jusuf Hamka, pemilik PT Citra Marga Nusaphala Persada Tbk (CMNP), merasa dirugikan oleh pemerintah. Pasalnya, ia mengklaim bahwa pemerintah masih berutang Rp 800 miliar kepada perusahaannya sejak krisis moneter 1998. Namun, pemerintah membantah angka tersebut dan menyebutkan bahwa utangnya hanya sebesar Rp 179 miliar.
Utang pemerintah kepada Jusuf Hamka bermula dari deposito CMNP sebesar Rp 78,9 miliar di Bank Yakin Makmur atau Bank Yama. Bank ini merupakan salah satu bank yang dilikuidasi pemerintah saat krisis moneter melanda Indonesia pada tahun 1998.
Krisis moneter yang bermula di Thailand itu kemudian merambat ke seluruh Asia Tenggara. Indonesia bahkan menjadi salah satu negara yang paling terpukul di mana rupiah melemah hingga 75%. Ini kemudian memicu keluarnya modal dari Indonesia dalam jumlah signifikan yang mengancam hancurnya perekonomian nasional.
Tidak hanya dirasakan masyarakat, krisis ekonomi juga menjadikan banyak perusahaan dan bank harus rela bangkrut karena tingkat utang berdenominasi dolar yang sangat besar di luar kendali manajemen yang bisnis utamanya menggunakan rupiah. Masyarakat yang menyimpan uangnya di bank pun khawatir hingga akhirnya terjadi rush money atau penarikan dana besar-besaran secara serentak.
Hal ini akhirnya memaksa pemerintah turun tangan untuk mengurangi efek domino. Demi menyelamatkan industri perbankan dan memberikan rasa aman kepada para deposan, akhirnya pemerintah memberikan dana talangan dalam bentuk dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Dana darurat tersebut disuntikkan pemerintah kepada bank swasta dan BUMN pada akhir 1997 hingga awal 1998.
Dana tersebut dibagikan oleh pemerintah setelah menutup 16 bank atas saran IMF. Beberapa waktu setelah krisis ekonomi, dalam upaya penagihan, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) menyatakan biaya BLBI yang dikeluarkan pemerintah mencapai Rp 144,54 triliun, dengan potensi kerugian negara sebesar Rp 138,444 triliun atau 95,78% dari total dana BLBI.
Ketika itu, CMNP memiliki deposito di Bank Yama, tetapi perusahaan tidak mendapatkan ganti atas depositonya, karena dianggap berafiliasi dengan Bank Yama. Pasalnya, Bank Yama dan CMNP dimiliki oleh Siti Hardiyanti Rukmana, putri mantan Presiden Soeharto.
Perjuangan Jusuf Hamka
Jusuf Hamka tidak terima dengan keputusan BPPN (Badan Penyehatan Perbankan Nasional) yang menolak permohonan pengembalian deposito CMNP. Ia mengatakan, tidak ada hubungan terafiliasi antara CMNP dan Bank Yama. Ia juga menunjukkan surat dari Bank Indonesia yang menyatakan bahwa CMNP tidak termasuk dalam kelompok usaha Bank Yama.
“Kami tidak ada hubungan sama sekali dengan Bank Yama. Kami hanya nasabah biasa. Kami punya surat dari BI yang menyatakan kami bukan bagian dari kelompok usaha Bank Yama,” kata Jusuf Hamka dalam sebuah wawancara.
Jusuf Hamka kemudian mengajukan gugatan ke pengadilan untuk tetap memperoleh pengembalian deposito. Gugatan tersebut dikabulkan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada tahun 2003, yang menghukum Menteri Keuangan untuk mengembalikan deposito CMNP sebesar Rp 78,9 miliar beserta bunga dan denda.
Putusan tersebut kemudian dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi DKI Jakarta pada tahun 2004 dan Mahkamah Agung pada tahun 2015. Menurut putusan Mahkamah Agung, total utang pemerintah kepada CMNP adalah sebesar Rp 179,46 miliar, yang terdiri dari pokok deposito Rp 78,9 miliar dan bunga/denda sebesar Rp 100,54 miliar.
Namun, hingga kini pembayaran masih belum dilakukan oleh pemerintah. Jusuf Hamka mengaku sudah menindaklanjuti masalah ini ke berbagai pihak. Namun, ia tidak mendapatkan respons yang memuaskan.
“Saya sudah ngadu ke Menko Maritim (Luhut), Menko Perekonomian (Airlangga), Menteri Keuangan (Sri Mulyani), semua sudah. Pengadilan, Mahkamah Agung, semua sudah. Sudah menang inkracht semuanya,” kata Jusuf Hamka.
Perbedaan Angka
Jusuf Hamka mengklaim bahwa utang pemerintah kepada CMNP bukan hanya Rp 179 miliar, tetapi Rp 800 miliar. Ia mengatakan, angka tersebut didasarkan pada perhitungan bunga dan denda yang berlaku hingga saat ini.
“Kalau dari tahun 1998 sampai sekarang kan sudah berapa tahun? Sudah berapa bunga dan denda yang harus dibayar? Itu kan bisa dihitung. Kalau saya hitung-hitung, ya sekitar Rp 800 miliar,” ujar Jusuf Hamka.
Namun, pemerintah membantah angka tersebut. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, utang pemerintah kepada CMNP adalah sesuai dengan putusan pengadilan, yaitu Rp 179 miliar. Ia juga menegaskan bahwa pemerintah tidak akan membayar lebih dari itu.
“Kami tidak akan membayar lebih dari putusan pengadilan. Kami akan membayar sesuai dengan putusan pengadilan yang sudah inkracht. Kami tidak akan membayar lebih dari itu,” tegas Sri Mulyani.
Sri Mulyani juga menjelaskan, alasan pemerintah belum membayar utang tersebut adalah karena masih ada proses administrasi yang harus dilakukan. Ia mengatakan, pemerintah harus memastikan bahwa pembayaran utang tersebut tidak melanggar aturan dan tidak menimbulkan kerugian negara.
“Kami harus melakukan proses administrasi yang benar. Kami harus memastikan bahwa pembayaran utang tersebut tidak melanggar aturan dan tidak menimbulkan kerugian negara. Kami harus memastikan bahwa pembayaran utang tersebut sesuai dengan prinsip akuntabilitas dan transparansi,” jelas Sri Mulyani.
Sri Mulyani berharap, masalah utang pemerintah kepada Jusuf Hamka bisa diselesaikan dengan baik dan cepat. Ia juga berharap, Jusuf Hamka bisa bersabar dan menghormati proses hukum yang berlaku.
“Kami berharap masalah ini bisa diselesaikan dengan baik dan cepat. Kami juga berharap Pak Jusuf Hamka bisa bersabar dan menghormati proses hukum yang berlaku. Kami tidak ingin ada kesalahpahaman atau konflik antara pemerintah dan pengusaha,” tutur Sri Mulyani.
Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis Yustinus Prastowo menambahkan, pembayaran utang tersebut juga harus mempertimbangkan kemampuan keuangan negara dan kepentingan publik yang perlu dibiayai negara. Ia juga menyebutkan bahwa Biro Advokasi Kemenkeu sudah memberikan respons kepada para pengacara yang ditunjuk CMNP.
“Kami akan terus berkomunikasi dengan para pengacara CMNP untuk mencari solusi terbaik bagi kedua belah pihak,” kata Prastowo.
Harapan Jusuf Hamka
Jusuf Hamka berharap, masalah utang pemerintah kepada CMNP bisa diselesaikan dengan baik dan cepat. Ia juga berharap, pemerintah bisa menghormati putusan pengadilan dan menjalankan kewajiban sesuai dengan aturan hukum yang berlaku.
“Kami berharap masalah ini bisa diselesaikan dengan baik dan cepat. Kami juga berharap pemerintah bisa menghormati putusan pengadilan dan melaksanakan kewajiban sesuai dengan ketentuan perundang-undangan,” tutur Jusuf Hamka. (Red/Mul/Sekala.id)