Senin, 8 Juni 632 Masehi, bertepatan 12 Rabiul Awal 11 Hijriyah, atau 1.391 tahun lalu umat Islam, mengalami duka yang mendalam.
Rasulullah Muhammad SAW, penutup para nabi dan rasul, mengembuskan napas terakhirnya.
Rasulullah SAW wafat di pangkuan istrinya, Aisyah RA.
Wafatnya Rasulullah SAW adalah peristiwa yang tak terlupakan dalam sejarah Islam. Bagaimana kisah perpisahan terakhir dengan sang nabi?
Sakit yang Menyiksa
Kondisi kesehatan Rasulullah SAW mulai menurun setelah beliau melakukan Haji Wada’ atau haji perpisahan pada bulan Dzulhijjah tahun 10 Hijriah.
Haji Wada’ adalah haji pertama dan terakhir yang dilakukan oleh Rasulullah SAW bersama sekitar 100 ribu umat Islam.
Dalam haji tersebut, beliau menyampaikan khutbah terkenalnya yang berisi pesan-pesan penting tentang ajaran Islam.
Sekembalinya dari Haji Wada’, Rasulullah SAW mengeluhkan sakit kepala ketika menghadiri prosesi penguburan jenazah di Baqi pada bulan Shafar tahun 11 Hijriah.
Kesehatannya terus menerus menurun hingga jatuh sakit selama kurang lebih dari dua minggu
Kala itu, Rasulullah SAW berada di rumah Sayyidah Maimunah RA. Namun ketika merasa sakitnya semakin berat, Rasulullah meminta untuk dirawat di rumah Sayyidah Aisyah RA.
Menurut beberapa riwayat, sakit yang diderita Rasulullah SAW disebabkan oleh racun yang diberikan oleh seorang wanita Yahudi di Khaibar beberapa tahun sebelumnya.
Di kediaman Aisyah RA, sakit Nabi terus bertambah. Nabi dirawat selama sepuluh hari.
Dalam kondisi yang makin melemah Rasulullah SAW kerap mengadu kepada Aisyah RA bahwa masih merasakan sakit yang diakibatkan oleh racun tersebut.
Nabi merasa pembuluh jantungnya seakan-akan sedang dipotong oleh racun itu.
Meski begitu, beliau tidak pernah lalai dalam menjalankan salat. Bahkan beberapa kali datang untuk menghadiri salat berjamaah di masjid.
Wasiat dan Pesan
Di hari-hari terakhirnya, Rasulullah SAW beberapa kali meninggalkan wasiat dan pesan pada kaum Muslimin.
Salah satunya wasiat tentang larangan menjadikan kuburan beliau sebagai berhala untuk disembah.
Beliau juga mempersilakan orang-orang untuk membalas apa pun yang pernah dilakukannya, seperti hukuman cambuk dan sebagainya. Kemudian, beliau juga melunasi hutang-hutangnya kepada para sahabat.
Selain itu, Rasulullah SAW juga menegaskan tentang pentingnya menjaga hak-hak kaum Muslimin dan menjauhi perkara-perkara bid’ah atau sesuatu yang ditambahkan dalam agama tanpa dalil yang shahih.
Beliau juga menyerukan persaudaraan dan persatuan di antara umat Islam serta mengingatkan tentang bahaya fitnah dan permusuhan.
Salah satu pesan terakhir yang disampaikan oleh Rasulullah SAW adalah ketika beliau keluar untuk menunaikan Salat Zuhur berjamaah di masjid pada dua hari sebelum wafat.
Beliau meminta untuk didudukkan di samping Abu Bakar RA yang telah menjadi imam salat menggantikan beliau selama beberapa hari terakhir. Dalam khutbahnya, beliau berkata:
“Wahai umatku, kita semua ada dalam kekuasaan Allah dan cinta kasih-Nya. Maka, taati dan bertakwalah hanya kepada-Nya. Kuwariskan dua hal pada kalian, sunnah dan al Quran. Barang siapa mencintai sunnahku berarti mencintai aku, dan kelak orang-orang yang mencintaiku akan bersama-sama masuk surga bersamaku.”
Sakaratul Maut
Pada Senin pagi, Rasulullah SAW berniat untuk memimpin salat subuh berjamaah di masjid. Namun, rasa sakit yang dideritanya semakin tidak tertahankan membuat beliau harus digantikan lagi oleh Abu Bakar RA sebagai imam.
Bahkan saat berangkat ke masjid, beliau dibantu perlahan-lahan oleh Ali RA dan Fadhl bin Abbas RA.
Seusai salat, Rasulullah SAW sempat memberi wasiat pada jamaah salat subuh waktu itu.
Mereka mengira bahwa Rasulullah SAW telah kembali sehat. Tanpa menyangka bahwa saat itu adalah salat jamaah terakhir bagi Rasulullah SAW.
Sesampainya di rumah, beliau pun merasa ajalnya segera tiba. Kemudian, beliau memanggil keluarganya mulai dari anak cucunya hingga para istrinya.
Rasulullah SAW wafat sewaktu matahari sudah naik atau tepatnya saat hari telah siang.
Beliau wafat di pangkuan Aisyah RA, sambil menempelkan wajahnya ke wajah Aisyah. Kalimat terakhir yang diucapkan oleh Rasulullah SAW adalah:
“Ya Allah, ampunilah aku, rahmatilah aku, dan pertemukanlah aku dengan teman-teman tertinggi (di surga).”
Pemakaman
Wafatnya Rasulullah SAW menimbulkan kesedihan yang mendalam bagi para sahabat dan umat Islam.
Beberapa sahabat bahkan tidak dapat menerima kenyataan tersebut.
Umar bin Khattab RA misalnya, berdiri dan mengatakan bahwa Rasulullah SAW tidak wafat, tetapi pergi ke tempat Allah sebagaimana Musa AS dan akan kembali lagi.
Umar ke masjid sambil berteriak, “Ada orang dari kaum munafik yang mengira bahwa Rasulullah SAW telah wafat. Tetapi demi Allah, sebenarnya dia tidak meninggal, melainkan ia pergi kepada Tuhan, seperti Musa bin Imran. Ia telah menghilang dari tengah-tengah masyarakatnya selama 40 hari, kemudian kembali lagi ke tengah mereka setelah dikatakan dia sudah mati. Sungguh, Rasulullah pasti akan kembali seperti Musa juga. Orang yang menduga bahwa dia telah meninggal, tangan dan kakinya harus dipotong!”
Namun, Abu Bakar RA yang baru saja tiba dari rumahnya, segera menenangkan para sahabat dengan mengutip ayat Al Quran:
“Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang rasul, sungguh telah berlalu sebelum dia beberapa orang rasul. Apakah jika dia wafat atau dibunuh kamu berbalik ke belakang? Barangsiapa yang berbalik ke belakang maka dia tidak dapat mendatangkan mudharat kepada Allah sedikit pun. Dan Allah akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur.” (QS. Ali Imran: 144)
Setelah itu, Abu Bakar RA meminta pendapat para sahabat tentang cara pemakaman Rasulullah SAW. Mereka sepakat untuk menguburkannya di tempat tidurnya di rumah Aisyah RA, karena Rasulullah SAW pernah bersabda bahwa seorang nabi harus dikuburkan di tempat ia wafat.
Pemakaman Rasulullah SAW dilakukan pada malam hari dengan cara bergiliran. Para sahabat laki-laki masuk terlebih dahulu untuk menyalati jenazah beliau, kemudian para sahabat perempuan. Jenazah beliau dikuburkan dalam liang lahat yang digali oleh Abu Thalhah RA dan Ali RA.
Dengan demikian, berakhir sudah riwayat hidup Rasulullah SAW yang penuh dengan teladan dan keajaiban.
Namun, warisan beliau tetap abadi dalam hati dan pikiran umat Islam hingga akhir zaman. Semoga kita termasuk orang-orang yang mencintai dan mengikuti sunnah beliau serta mendapatkan syafa’at beliau di hari kiamat nanti. Aamiin. (Fch2/Klausa)
Sumber:
: Yusak Burhanudin dan Ahmad Fida’, Sejarah Kebudayaan Islam (Jakarta: Kementerian Agama RI, 2019)
: Muhammad Husain Haekal, Sejarah Terlengkap Nabi Muhammad SAW (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2016)
: Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin, Detik-Detik Wafatnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam (Jakarta: Pustaka Imam Asy-Syafi’i, 2014)