Samarinda, Sekala.id – Kalimantan Timur menjadi salah satu provinsi yang melakukan berbagai cara untuk mencapai kondisi FOLU net sink tahun 2030 nanti. Hal itu dikatakan Kepala Dinas Lingkungan Hidup (LH) Kaltim Ence Ahmad Rafiddin Rizal.
FOLU Net Sink 2030 merupakan kondisi yang ingin dicapai melalui aksi mitigasi penurunan emisi gas rumah kaca (GRK). Khususnya dari sektor kehutanan. Dan, lahan dengan kondisi dimana tingkat serapan sudah lebih tinggi dari tingkat emisi di tahun 2030 mendatang.
Pada tingkat subnational bebernya, luasan ekosistem rawa gambut yang terpusat di Provinsi Kaltim berada di kawasan hidrologi gambut. Adapun luasannya yang tersebar di Kutai Kartanegara dan Paser kurang lebih sekitar 390 ribu hektare.
“Kalau di Kutai Kartanegara biasa kita sebut dengan daerah Mahakam Tengah. Selain itu, ada juga sedikit di Kabupaten Kutai Timur,” ujarnya, saat menghadiri ekspose pengelolaan lahan basah berbasis masyarakat yang diikuti kurang lebih 104 peserta.
Ia membeberkan, bahwa Provinsi Kaltim juga memiliki ekosistem mangrove dengan luasan kurang lebih sebesar 214 ribu hektare yang tersebar di sepanjang garis pantai di Bumi Etam.
Menurutnya, dua kondisi ini benar-benar memerlukan perhatian semua pihak untuk terlibat di dalam pengelolaannya. Tujuannya, supaya kondisi dan kualitas kedua ekosistem tersebut dapat terjaga kelestariannya.
Misalnya saja dalam konteks pelaksanaan program Forest Carbon Paretnership Facility (FCPF)-Carbon Fund bersama Bank Dunia. Ia menjelaskan bahwa pengelolaan lahan basah menjadi sangat penting.
“Mengapa demikian, karena kemampuan lahan-lahan ini mampu menyimpan karbon jauh lebih besar apabila dibandingkan dengan ekosistem daratan lainnya,” jelasnya, Selasa (11/7/2023).
Tidak hanya itu, upaya pengelolaan ekosistem lahan basah juga tertuang dalam kesepakatan pembangunan hijau atau lebih dikenal dengan Green Growth Compact (GGC). Program ini telah diluncurkan pada tahun 2016 lalu bersama beberapa pihak di Provinsi Kaltim.
“Untuk pengelolaan lahan basah dalam skema GGC, itu terbagi menjadi tiga inisiatif model. Diantarnya, pengelolaan berbasis kolaborasi atas lahan basah di Muara Siran, kemudian di Delta Mahakam dan Mesangat-Suwi,” katanya di Hotel Mercure, Samarinda.
Pada kesempatan ini, ia sangat meyakini seluruh pihak benar-benar menunjukkan keseriusannya. Sebab, semua itu terbukti melalui penghargaan yang telah diberikan Pemerintah Republik Indonesia.
“Saya yakin teman-teman yang peduli dengan lingkungan serius mengembangkan kawasan tersebut. Harapannya, kegiatan seperti ini bisa membuat kita meraih apa yang ingin dicapai kedepannya,” harapnya. (Apr/Fch/Sekala)