Samarinda, Klausa.co – Rencana relokasi puluhan pedagang Pasar Subuh dari Jalan Yos Sudarso ke Pasar Beluluq Lingau, Jalan PM Noor, memantik penolakan. Para pedagang menuding Pemerintah Kota (Pemkot) Samarinda bertindak sepihak tanpa dialog yang adil.
Ketua Paguyuban Pedagang Pasar Subuh, Abdussalam, menyebut relokasi tidak hanya merugikan pedagang, tapi juga disertai indikasi tekanan terhadap pemilik lahan.
“Kami merasa kebijakan ini diambil sepihak. Bahkan ada dugaan intimidasi agar pemilik lahan memutus hubungan dengan kami,” ujar Salam, sapaan akrabnya, Senin (5/5/2025).
Ia menilai relasi yang sebelumnya baik dengan pemilik lahan mendadak rusak setelah demonstrasi pada 29 April lalu. Komunikasi terputus, bahkan nomor teleponnya diblokir.
“Biasanya walau tidak diangkat, pasti dibalas. Sekarang, tidak bisa dihubungi sama sekali,” katanya.
Abdussalam menduga pemutusan komunikasi terjadi usai pemilik lahan dipanggil ke pertemuan oleh pihak kelurahan dan Dinas Perdagangan, tanpa kehadiran perwakilan pedagang atau tim pendamping dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Samarinda.
LBH Samarinda telah melayangkan surat keberatan dan permohonan audiensi kepada Wali Kota Samarinda, Andi Harun, pada Jumat (2/5). Mereka menilai kebijakan relokasi sarat tekanan dan intimidasi, termasuk dari Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP).
“Kami khawatir akan ada langkah represif. Beberapa pedagang mulai memindahkan barang ringan, tapi lapak besar seperti penjual daging sulit dipindahkan,” ujar Salam.
Di sisi lain, Pemkot bersikeras relokasi harus berjalan. Asisten II Pemkot Samarinda, Marnabas Patiroy, menyatakan pemilik lahan sudah meminta pengosongan sejak 2014.
“Penundaan terjadi karena belum ada tempat pengganti yang layak. Kini sudah ada fasilitas lengkap di Pasar Dayak, Beluluq Lingau,” ucapnya.
Menurut Marnabas, 100 kios disiapkan untuk menampung 56 pedagang yang tercatat. Ia menyebut relokasi dilakukan persuasif, tapi pedagang yang menolak tidak boleh lagi berjualan di lahan lama karena bukan milik pemerintah.
“Kami tidak menggusur. Ini sudah melalui proses panjang,” katanya.
Rencana penertiban oleh Satpol PP dijadwalkan 4 Mei. Namun hingga kini belum ada tanda-tanda eksekusi. Di lapangan, petisi penolakan sudah mengumpulkan ratusan tanda tangan. Dukungan datang dari berbagai komunitas sipil dan mahasiswa. (Jor/El/Sekala)