Samarinda, Sekala.id – Usulan agar Bantuan Keuangan (BanKeu) dimasukkan ke dalam APBD Perubahan 2025 dipastikan tidak akan terakomodasi. Hal ini ditegaskan dalam rapat Panitia Khusus (Pansus) Penyusun Pedoman Pokok-Pokok Pikiran (Pokir) DPRD Kalimantan Timur (Kaltim) bersama Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD), Senin (14/7/2025).
Ketua DPRD Kaltim, Hasanuddin Mas’ud, menyatakan bahwa skema BanKeu tetap akan bergulir seperti sebelumnya, yakni hanya melalui APBD murni.
“BanKeu tidak pernah masuk di perubahan anggaran. Sejak dulu begitu. Jadi tidak ada perubahan besar dalam kamus Pokir tahun ini,” ujarnya kepada wartawan usai rapat.
Hasanuddin menjelaskan, BanKeu untuk pembangunan fisik seperti infrastruktur dinilai rawan tak rampung jika dimasukkan dalam APBD Perubahan karena waktu pelaksanaannya sangat terbatas. Selain itu, sejumlah item dalam kamus Pokir juga turut dihapus, menyesuaikan dengan regulasi dari pemerintah pusat.
“Contohnya bantuan alat dan bibit pertanian, sekarang sudah ditarik ke Kementerian Pertanian. Jadi dari provinsi tidak bisa intervensi lagi,” jelasnya.
Selain itu, ia juga menyinggung keberadaan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 5 Tahun 2025 yang membatasi penggunaan APBD provinsi untuk rumah sakit. Kini, bantuan hanya diperbolehkan untuk rumah sakit milik Pemerintah Provinsi.
“Kita tinggal menyelaraskan saja supaya tidak tumpang tindih. Jangan sampai ada yang merasa usulannya diabaikan,” ucapnya.
Mengenai pokok pikiran yang menyasar sektor media, Hasanuddin menegaskan item tersebut masih aman.
“Tidak dibahas, tapi tetap ada,” katanya singkat.
Di sisi lain, Anggota Pansus Pokir DPRD Kaltim, Subandi, mengatakan sebagian besar usulan dewan akan diarahkan ke APBD murni 2025.
“Karena pelaksanaannya mepet kalau di perubahan, jadi disepakati untuk dimasukkan ke murni saja,” ujarnya.
Ia juga mengakui sempat terjadi tarik-menarik kepentingan dalam rapat. Beberapa anggota tetap bersikeras agar usulannya masuk ke perubahan. Namun setelah dijelaskan soal batasan teknis dan regulasi, akhirnya semua sepakat untuk menundanya.
“Itu dinamika biasa di Dewan. Tapi ujungnya satu suara juga,” tutup Subandi. (Kal/El/Sekala)