Samarinda, Sekala.id – Dalam sorotan terbaru kasus dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), Rita Widyasari, mantan Bupati Kutai Kartanegara, menepis tuduhan yang mengaitkannya dengan kepemilikan aset ilegal. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dalam operasi penelusuran mereka, telah menyita sejumlah kendaraan mewah dan properti, namun Rita menegaskan bahwa aset-aset tersebut bukan miliknya.
Sebelumnya lembaga antirasuah itu telah menggeledah beberapa lokasi di Samarinda, mengamankan 91 kendaraan berbagai merek termasuk Lamborghini dan McLaren, serta lima bidang tanah dan 30 jam tangan mewah. Kendaraan-kendaraan ini, terdaftar atas nama pihak ketiga, menimbulkan pertanyaan tentang asal-usul sebenarnya dari aset-aset tersebut.
Rita, dengan tegas, menolak tuduhan tersebut, menyebutnya sebagai serangan reputasi.
“Ini adalah fitnah. Saya tidak memiliki hubungan dengan mobil-mobil tersebut, dan tuduhan kepemilikan adalah kesalahan besar,” ujar Rita pada Jumat (7/6/2024).
Ia juga membantah laporan yang menyatakan bahwa kendaraan mewah yang disita adalah miliknya, menekankan tidak adanya bukti kepemilikan yang valid.
“Orang-orang beranggapan harta-harta tersebut milik saya, padahal tidak ada satupun yang benar. Tidak ada pembelian atas nama atau uang yang saya titipkan untuk pembelian tersebut. Barang-barang tersebut adalah aset mereka, dan kabar yang mengatakan barang-barang tersebut milik saya adalah kebohongan publik,” tuturnya.
Rita menjelaskan, kendaraan, tanah serta aset lain miliknya telah disita oleh KPK, tepat saat kasusnya muncul pertama kali. Dia meminta agar aset pihak lain yang tidak terkait dengannya tidak disita.
“Sangat disayangkan jika aset orang lain yang tidak terlibat disita tanpa mengetahui asal-usulnya,” tambahnya.
Rita mengingatkan publik tentang Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) yang dia serahkan pada tahun 2010, bernilai Rp25 miliar. Menurutnya, kekayaannya berasal dari usaha tambang batu bara yang dimilikinya sebelum menjadi bupati.
“Kekayaan saya tidak bertambah setelah saya menjadi bupati. Saya sudah memiliki lahan sawit sejak tahun 2007, dan saya hanya melaporkan hasil produksinya,” jelas Rita.
Dalam menghadapi tuduhan menerima gratifikasi senilai Rp 110 miliar, Rita menantang kejelasan kasus tersebut.
“Hanya satu orang yang dihukum karena dituduh memberikan gratifikasi senilai Rp 6 miliar, yakni hanya Heri Susanto Gun atau Abun. Lalu siapa yang memberikan sisa dana Rp 104 miliar? Mengapa mereka tidak dihukum?” tanya Rita, menyoroti inkonsistensi dalam penanganan kasus.
Sebelumnya, Ali Fikri, Kepala Bagian Pemberitaan KPK, menegaskan bahwa penyitaan aset adalah bagian dari upaya mengoptimalkan penyelidikan. Selain barang-barang mewah, tim berhasil menyita 536 dokumen yang berkaitan dengan kasus TPPU.
“Barang-barang bukti yang disita akan digunakan untuk pengembangan kasus lebih lanjut,” kata Ali Fikri. (Kal/El/Sekala)