Samarinda, Sekala.id – Transformasi ekonomi hijau tak bisa lagi ditunda, dan Kalimantan Timur (Kaltim) mulai melirik ekowisata sebagai alternatif. Langkah ini dinilai ampuh untuk mengurangi ketergantungan pada energi fosil yang selama ini mendominasi struktur ekonomi Kaltim.
Dalam diskusi yang digelar Yayasan Mitra Hijau (YMH) pada Kamis (17/7/2025), Ketua Dewan Pembina YMH, Dicky Edwin Hiendarto, menegaskan bahwa wilayah dengan kekayaan sumber daya alam seperti Kaltim kerap terlena hingga lupa melakukan diversifikasi ekonomi.
“Sumber daya cepat habis kalau tidak dikelola berkelanjutan. Ekowisata bisa jadi salah satu jawaban,” ujar Dicky.
Fakta menunjukkan ketimpangan cukup mencolok. Tahun 2023, sektor pariwisata hanya menyumbang 1,74 persen terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kaltim. Angka ini memang naik dari 1,61 persen di 2022, tapi masih jauh dibanding sektor pertambangan yang pada 2024 tetap mendominasi dengan kontribusi sebesar 38,38 persen.
Menurut Dicky, angka tersebut menandakan bahwa upaya mendorong sektor alternatif seperti pariwisata ramah lingkungan masih minim.
Hal senada diungkapkan pegiat wisata lokal, Syafruddin Pernyata. Ia menyoroti pentingnya pendekatan berkelanjutan yang disesuaikan dengan kondisi daerah.
“Ada destinasi yang jauh dari jaringan PLN, ya gunakan panel surya. Masalah sampah juga harus ditangani serius, jadi jangan lagi ada yang bakar sampah seenaknya,” tegasnya.
Menurut mantan Kepala Dinas Pariwisata (Dispar) Kaltim itu, tren wisata global kini menuntut prinsip keberlanjutan. Wisatawan datang bukan cuma untuk melihat pemandangan, tapi juga ingin tahu bagaimana suatu destinasi menjaga ekosistemnya tetap lestari.
Sementara itu, akademisi Universitas Muhammadiyah Kalimantan Timur (UMKT), Fajar Alam, menyebut pola ekonomi Kaltim selama ini masih berkutat pada model “food gathering”. Istilah itu merujuk dengan mengambil hasil alam tanpa pengolahan dan tanpa memperhitungkan keberlanjutan.
“Model ini menyisakan jejak emisi yang tinggi. Kita butuh pergeseran ke ekonomi yang lebih berkelanjutan,” ujarnya.
Fajar menilai ekowisata bisa menjadi titik temu antara diversifikasi ekonomi, konservasi lingkungan, dan edukasi masyarakat.
“Kalau dikembangkan serius, ekowisata bisa menyatukan kepentingan ekonomi, pelestarian, dan pembelajaran. Tapi semua itu butuh komitmen kuat lintas sektor,” tutupnya. (Kal/El/Sekala)