Samarinda, Sekala.id – Kota Tepian siap memiliki infrastuktu baru. Proyek ambisius, terowongan yang menghubungkan Jalan Sultan Alimuddin dan Jalan Kakap, digadang-gadang menjadi solusi atas kemacetan yang selama bertahun-tahun membelenggu pusat kota. Namun, di balik kemegahan rencana itu, sejumlah pertanyaan muncul. Salah satunya, apakah terowongan ini benar-benar akan menjadi jawaban yang ditunggu, atau sekadar tambal sulam masalah perkotaan yang lebih besar?
Dengan anggaran senilai Rp 395 miliar melalui skema pengerjaan tahun jamak, pembangunan terowongan ini dijanjikan rampung secara fisik pada Desember 2024. Namun, masyarakat harus bersabar lebih lama hingga Februari 2025 untuk dapat melintasinya. Penundaan ini bukan tanpa alasan. Proyek ini masih harus melewati pemeriksaan ketat dari Komisi Keamanan Jembatan dan Terowongan Jalan (KKJTJ) demi memastikan semua standar keselamatan terpenuhi.
“Keselamatan adalah prioritas utama kami. Jangan sampai infrastruktur yang dibangun justru membawa risiko baru,” ujar Wali Kota Samarinda, Andi Harun, dengan nada serius.
Kemacetan di Jalan Otto Iskandardinata telah menjadi momok sejak lama, terutama sejak Jembatan Achmad Amins diresmikan pada 2017. Meski memberikan akses baru, keberadaan jembatan tersebut ternyata memindahkan titik kemacetan ke ruas jalan lain. Terowongan ini diharapkan menjadi langkah signifikan untuk mengurai simpul masalah tersebut.
Di satu sisi, proyek ini menyulut antusiasme masyarakat. Tidak sedikit warga yang membayangkan perjalanan lebih lancar di tengah kota yang selama ini dirundung macet. Namun, ada pula suara-suara skeptis yang mempertanyakan efektivitas terowongan ini dalam jangka panjang.
Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Samarinda, Desy Damayanti, berusaha menjawab kekhawatiran itu. Ia memastikan proyek ini tidak hanya selesai tepat waktu, tetapi juga memenuhi semua standar keselamatan dan kualitas.
“Ini bukan sekadar infrastruktur baru, tetapi fondasi masa depan transportasi kota,” tegasnya.
Terowongan ini bukan hanya soal menghubungkan dua ruas jalan, tetapi juga ujian besar bagi Pemkot Samarinda. Apakah ini akan menjadi model pembangunan infrastruktur yang terencana dan berkelanjutan, atau sekadar menunda masalah lebih besar di masa depan? (Jor/El/Sekala)