Samarinda, Sekala.id – Gerakan Pramuka, yang selama ini menjadi ekstrakurikuler wajib di sekolah-sekolah Indonesia, kini resmi dihapus dari daftar tersebut. Hal ini tertuang dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 12 Tahun 2024.
Namun, Wakil Wali Kota Samarinda, Rusmadi Wongso, menegaskan bahwa penghapusan ini bukan berarti pemerintah berhenti mendukung Pramuka sebagai sarana pendidikan non-formal. Justru, Rusmadi melihat ini sebagai peluang untuk meningkatkan fleksibilitas dan efektivitas pembinaan Pramuka.
“Pramuka tetap penting karena melatih kemandirian dan cinta tanah air,” ujar Rusmadi, Selasa (2/4/2024).
Menurutnya, pendidikan non-formal seperti Pramuka sangatlah penting untuk melengkapi pendidikan formal, terutama dalam pembentukan karakter. Meskipun Permendikbud baru tidak lagi mewajibkan Pramuka, undang-undang yang ada tetap mendukung keberlangsungan gerakan ini.
“Pramuka adalah bagian integral dari sistem pendidikan kita, berperan penting dalam pembentukan karakter dan akhlak, seperti kejujuran dan kedisiplinan,” tuturnya.
Rusmadi menambahkan bahwa perubahan regulasi ini tidak akan mengurangi perhatian pemerintah terhadap pembinaan generasi muda.
“Pembinaan Pramuka adalah tugas pemerintah dan tanggung jawab kita semua. Kita harus memastikan bahwa Pramuka tetap menjadi ekstrakurikuler yang mendukung program pendidikan pemerintah dalam pembinaan karakter anak bangsa,” tegasnya.
Kebijakan baru ini diharapkan dapat memberikan fleksibilitas bagi sekolah-sekolah di Samarinda dalam mengimplementasikan program ekstrakurikuler yang sesuai dengan kebutuhan siswa dan kondisi sekolah, sambil tetap memprioritaskan pembinaan karakter melalui Pramuka.
Dengan demikian, semangat kepramukaan diharapkan tetap berkobar di hati para pelajar, meskipun tidak lagi sebagai kegiatan wajib.
Penghapusan Pramuka sebagai ekstrakurikuler wajib tentu menghadirkan beberapa tantangan. Pertama, sekolah-sekolah harus mampu merumuskan program ekstrakurikuler yang menarik dan bermanfaat bagi siswa, tanpa membebani mereka dengan kewajiban.
Kedua, diperlukan upaya ekstra untuk memastikan bahwa nilai-nilai kepramukaan, seperti kemandirian, cinta tanah air, dan karakter yang kuat, tetap ditanamkan dalam diri para pelajar.
Namun, di balik tantangan tersebut, terdapat pula peluang untuk meningkatkan kualitas pendidikan Pramuka. Dengan tidak lagi terikat pada kewajiban, sekolah dan pembina Pramuka memiliki ruang untuk berinovasi dan mengembangkan program yang lebih kreatif dan efektif.
Pemerintah juga perlu terus memberikan dukungan dalam bentuk pendanaan, pelatihan, dan fasilitasi agar gerakan Pramuka tetap eksis dan mampu menjawab kebutuhan generasi muda masa kini.
Pada akhirnya, kunci keberhasilan pembinaan Pramuka terletak pada komitmen dan kerjasama semua pihak, mulai dari pemerintah, sekolah, pembina, orang tua, dan para pelajar itu sendiri. Dengan semangat dan tekad yang kuat, Pramuka akan terus berkibar dan mencetak generasi muda yang tangguh dan berkarakter. (Jor/El/Sekala)