Samarinda, Sekala.id – Di sebuah ruangan di Hotel Mesra, Samarinda, suasana tegang terasa saat berbagai pihak berkumpul untuk membahas polemik tanah di Jalan Rapak Indah pada Kamis (8/8/2024). Warga setempat mengklaim bahwa lahan mereka telah digunakan untuk pembangunan jalan umum tanpa adanya ganti rugi yang jelas.
Sejak tahun 1965, warga telah memanfaatkan jalan tersebut, yang dulu dikenal sebagai Jalan Rapak Mahang, untuk berkebun. Namun, pada tahun 1995, pemerintah memutuskan untuk menjadikan jalan tersebut sebagai jalan umum. Keputusan ini diambil tanpa konsultasi dengan warga yang merasa memiliki lahan di area tersebut.
Harianto Minda, kuasa hukum warga, dengan tegas menyatakan, warga sudah lama memanfaatkan jalan ini untuk berkebun.
“Tapi sekarang mereka dihadapkan pada masalah hukum tanpa ada ganti rugi yang jelas,” tegas Harianto.
Aksi protes dan penutupan jalan pun dilakukan oleh warga, memaksa DPRD Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) melalui Komisi I untuk menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP). Pertemuan ini dihadiri oleh perwakilan dari berbagai instansi, termasuk Kabid Pertanahan PUPR Kaltim, Bappeda Kaltim, BPN Kota Samarinda, Kabag Hukum Kota Samarinda, dan kuasa hukum warga.
Dalam pertemuan tersebut, Kabag Hukum Kota Samarinda, Asran Yunisran, menjelaskan bahwa status kepemilikan lahan baru ditetapkan pada tahun 2017 sebagai milik Pemkot Samarinda.
“Sebelum SK Pemkot tahun 2017 keluar, tidak ada kejelasan apakah lahan ini milik Pemkot atau Pemprov,” katanya.
Namun, Asran menegaskan bahwa pembangunan jalan tersebut dilakukan oleh Pemprov Kaltim karena banyaknya anggota Korpri yang tinggal di wilayah Loa Bakung. Menyikapi tuntutan warga, ia menyarankan agar masalah ini diselesaikan melalui jalur pengadilan.
“Kami tidak bisa serta-merta membayar tanpa ada kejelasan hukum. Lebih baik ini dibawa ke pengadilan untuk mendapatkan putusan yang mengikat,” jelasnya.
Ketua Komisi I DPRD Kaltim, Baharuddin Demmu, merasa heran dengan keputusan Pemkot Samarinda yang mendorong warga untuk membawa kasus ini ke ranah hukum.
“Tidak ada yang bersengketa, jadi kenapa harus ke pengadilan?” katanya.
Dalam hasil RDP, Komisi I DPRD Kaltim meminta warga untuk mengumpulkan dokumen kepemilikan lahan dan melakukan inventarisasi. Langkah ini diperlukan untuk mengeluarkan peta bidang dari BPN sebagai dasar klaim ganti rugi.
“Setelah semua terbukti, pemerintah wajib membayar ganti rugi kepada warga yang lahannya terkena proyek,” tegasnya. (Jor/El/Sekala)