Samarinda, Sekala.id – Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur (Pemprov Kaltim) bersama DPRD Kaltim serius mengebut proyek infrastruktur prioritas tahun ini, khususnya pembangunan jalan nasional di wilayah Kutai Barat melalui skema multi-years contract (MYC).
Tiga titik menjadi sasaran utama proyek ini, yakni ruas Simpang Blusu, Simpang Damai, dan Simpang Barong Tongkok menuju Mentiwan.
Wakil Ketua DPRD Kaltim, Ekti Imanuel, menyoroti kondisi jalan Simpang Barong Tongkok-Mentiwan yang paling memprihatinkan. Dengan panjang mencapai 20,4 kilometer, ruas ini dinilai butuh penanganan total.
“Kami minta anggaran tahun ini difokuskan ke titik ini. Jangan dikerjakan setengah-setengah seperti sebelumnya,” ujar Ekti.
Selama ini, proyek yang ditangani Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional (BBPJN) hanya dilakukan secara parsial sesuai Rencana Anggaran Biaya (RAB), yang dinilai tidak efektif. DPRD pun meminta agar pengerjaan tahun ini dipusatkan pada satu jalur prioritas agar hasilnya maksimal.
Proyek MYC ini rencananya akan dimulai pada Juni 2025 dan ditarget rampung dalam tiga tahun, hingga 2027. Total anggaran yang disiapkan sebesar Rp900 miliar. Proyek ini akan mencakup tiga jalur strategis: SP1-Muara Gusi, Muara Gusi-Simpang Kalteng, dan Simpang Barong Tongkok-Mentiwan.
Ekti juga menekankan bahwa Kutai Barat menjadi daerah yang cukup unik karena tidak memiliki jalan provinsi. Di wilayah Sendawar misalnya, hanya ada jalan nasional dan jalan daerah, yang menyebabkan penanganannya menjadi tanggung jawab BBPJN.
“Gubernur dan bupati tidak bisa langsung turun tangan. Tapi kami di DPRD berperan memastikan agar permasalahan ini tidak dibiarkan berlarut,” tegasnya.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi III DPRD Kaltim, Abdulloh, menambahkan bahwa efisiensi anggaran sempat menghambat progres pembangunan. Ia menyebut alokasi anggaran sempat diblokir pada Januari-Februari 2025, dan baru kembali dibuka pada Maret.
“Efisiensi ini memang jadi tantangan. Contoh tahun pertama dikasih Rp30 miliar, tahun berikutnya jalan yang sudah dikerjakan rusak lagi. Ini jelas tidak efektif,” kata Abdulloh.
Ia mendukung sistem pengerjaan yang terfokus pada satu jalur agar hasilnya bisa langsung dirasakan masyarakat.
“Kalau satu ruas digarap sampai tuntas, itu akan jauh lebih bermanfaat ketimbang kerja tambal-sulam. Masyarakat akan merasakan dampaknya langsung,” pungkasnya. (Jor/El/Sekala)