Samarinda, Klausa.co – Sekretaris DPD PDI Perjuangan Kaltim Ananda Emira Moeis mengajak seluruh kader untuk fokus mengabdi untuk rakyat. Sesuai dengan slogan, ‘Partai Wong Cilik’.
Caranya, dengan turun langsung ke masyarakat, mendengar keluhan mereka dan memberi solusi. Hal ini sesuai dengan arahan Ketua Umum Megawati Soekarno Putri saat Rapat Kerja Nasional PDI Perjuangan.
“Ketum mengarahkan kita semua untuk turun ke masyarakat. Kerja, kerja dan kerja. Kita harus menyalakan api semangat saat berada di masyarakat. Dengar apa yang mereka keluhkan dan beri solusi,” katanya Jumat (16/6/2023).
Menurut Nanda, PDI Perjuangan adalah partai wong cilik yang benar-benar hadir untuk masyarakat Indonesia. Sehingga, ia yakin PDI Perjuangan ada di hati masyarakat. Terutama, masyarakat Kaltim.
Ia juga menghormati putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memutuskan sistem Pemilihan Legislatif (Pileg) tetap menggunakan sistem proporsional terbuka. Bahkan dirinya tidak khawatir dengan putusan tersebut.
“Sebagai warga negara harus hormat pada keputusan apapun, saya sebagai sekretaris DPD PDI Perjuangan Kaltim menerima dan siap dengan keputusan itu. Terbuka atau tertutup, kami siap. Karena yang penting, kami siap turun ke masyarakat,” ucapnya.
PDI Perjuangan selalu mengutamakan wong cilik, mau menangis dan tertawa bersama masyarakat. Jadi, tegas perempuan kelahiran Jakarta itu, tidak ada pengaruhnya terbuka atau tertutup. Sebab, PDI Perjuangan selalu siap menghadapi Pileg dan Pilpres 2024.
“Kami turun ke rakyat menciptakan ikatan emosional dengan mendengar keluhan mereka lalu memberi solusi. Jadi kami dari PDI Perjuangan siap menghadapi Pileg dan Pilpres 2024,” jelasnya.
Menurutnya, justru tantangan terbesar sistem pemilu proporsional terbuka adalah money politik. Ia berharap semua pihak bisa mencegah praktik politik transaksional pada Pemilu 2024 nanti.
Cara agar Pemilu 2024 bebas dari money politik, dengan banyak membantu pemerintah untuk memberikan edukasi politik kepada masyarakat. Semua pihak harus bahu-membahu memberikan pemahaman betapa ruginya jika masih tergoda dengan sistem politik uang.
“Makanya saya selalu minta kader untuk sering turun, beri edukasi pada mereka. Jika masyarakat paham bahwa arti pencoblosan lima tahun sekali untuk pembangunan ke depan, pasti saya yakin politik transaksional tidak akan besar, bahkan mungkin tidak terjadi,” tegasnya. (Apr/Fch/Klausa)