Samarinda, Sekala.id – Puluhan massa dari Markas Daerah Laskar Banjar Dalas Hangit (MADA LBDH), Tim Reaksi Cepat Perlindungan Perempuan dan Anak Kalimantan Timur (TRC-PPA Kaltim), serta Badan Eksekutif Mahasiswa Keluarga Mahasiswa (BEM KM) Universitas Mulawarman (Unmul) memadati halaman Pengadilan Negeri (PN) Kota Samarinda, Jalan M Yamin, Rabu (26/6/2024).
Aksi unjuk rasa ini digelar untuk mendesak penegakan hukuman kebiri kimia bagi pelaku kekerasan seksual terhadap anak. Suara lantang Rina Zainun dari TRC PPA Kaltim menggema, menyerukan keadilan bagi para korban.
“Kami hari ini kembali menuntut pihak Pengadilan Negeri dan Kejaksaan untuk memberikan hukuman tambahan kebiri kimia bagi pelaku kekerasan seksual terhadap anak,” tegasnya.
Rina melukiskan luka mendalam pada jiwa para korban. Luka yang takkan pernah pudar, bahkan seumur hidup. Ia pun menaruh harapan besar kepada Pengadilan Negeri Samarinda untuk berani menerapkan hukuman kebiri kimia, sebagaimana diatur dalam peraturan pemerintah dan Undang-Undang Perlindungan Anak Nomor 23 Tahun 2002.
“Kami meminta untuk menyampingkan dulu masalah HAM terhadap para pelaku karena mereka telah menyebabkan trauma mendalam pada anak-anak yang menjadi korban,” tandasnya.
Seruan aksi ini disambut baik oleh Wakil Ketua Pengadilan Negeri Kota Samarinda, Ary Wahyu Irawan. Ia mengakui adanya tuntutan tersebut dan menyatakan kesiapan pihaknya untuk menerima masukan dari para demonstran.
“Kami merasa terima kasih dengan kehadiran mereka karena itu kan juga konsep kami kepada kejadian di wilayah kota Samarinda dan itu menjadi perhatian bagi kami,” kata Ary.
Namun, Ary tak memungkiri bahwa penerapan hukuman kebiri kimia masih terganjal pro-kontra di kalangan medis. Kode etik dokter melarang pelaksanaan hukuman tersebut.
“Pidana tambahan berupa kebiri terhadap para pelaku yang memang mungkin sudah dianggap meresahkan itu sudah ada peraturan pemerintahnya, tapi pelaksanaannya tergantung dari pertimbangan Hakim dan fakta di persidangan,” jelas Ary.
Meski begitu, Ary memberikan secercah harapan. Dalam kasus kekerasan seksual oleh keluarga terdekat, hukuman yang lebih berat dapat dijatuhkan sebagai pertimbangan yang memberatkan. (Jor/El/Sekala)