Sekala.id – Polisi menangkap 12 orang yang terlibat dalam sindikat jual-beli ginjal jaringan internasional di Bekasi. Mereka menjual ginjal para korban ke Kamboja dengan harga Rp 200 juta per ginjal. Salah satu tersangka adalah oknum polisi yang diduga menghalangi penyidikan.
Sindikat ini beroperasi di sebuah rumah di Perumahan Vila Mutiara Gading, Tarumajaya, Bekasi. Di sana, polisi menemukan barang bukti seperti paspor, tiket pesawat, surat keterangan sehat, dan uang tunai. Polisi juga mengamankan seorang pria bernama Septian yang mengaku sebagai koordinator Indonesia untuk sindikat ini.
Septian mengatakan bahwa sindikat ini memiliki jaringan di Kamboja dan India. Dia merekrut sekitar 30 orang sebagai calon pendonor ginjal dengan janji uang Rp 135 juta. Dia juga menyebutkan nama-nama lain yang terlibat dalam sindikat ini, seperti Hanif, Luqman, Aipda M, dan HA.
Hanif adalah penghubung antara Indonesia dan Kamboja. Dia mengurus segala urusan operasi pengangkatan ginjal di Kamboja, mulai dari rumah sakit, dokter, hingga perawatan. Luqman adalah pelayan calon pendonor selama di Kamboja. Aipda M adalah oknum polisi yang merintangi penyidikan. HA adalah oknum petugas imigrasi yang membantu pengurusan paspor.
Selain mereka, polisi juga menetapkan enam orang lain sebagai tersangka. Mereka adalah Rizki, Dedi, Yudi, Agus, Rudi, dan Eko. Mereka bertugas sebagai perekrut calon pendonor ginjal.
Para tersangka dijerat dengan UU No.21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO). Mereka terancam hukuman maksimal 15 tahun penjara dan denda maksimal Rp 600 juta.
Kasus ini mengejutkan dan menyedihkan banyak orang. Para korban tidak hanya kehilangan ginjal mereka yang penting untuk hidup, tetapi juga menghadapi bahaya kesehatan dan psikologis yang besar. Mereka juga tidak mendapatkan perlindungan dan pemulihan dari negara.
Masyarakat menuntut agar polisi mengusut kasus ini sampai tuntas dan memberantas sindikat jahat ini. Mereka juga meminta agar pemerintah lebih peduli dan bertanggung jawab terhadap warga negara yang menjadi korban TPPO, terutama di luar negeri.
Kasus ini juga menjadi peringatan bagi kita semua untuk lebih waspada dan berhati-hati terhadap praktik-praktik eksploitasi organ tubuh manusia yang merugikan dan melanggar hak asasi manusia. (Red/Zal/Sekala)