Samarinda, Sekala.id – Mengawali hari pertama sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur Kalimantan Timur, Rudy Mas’ud dan Seno Aji menjalani prosesi adat Tepung Tawar di teras Kantor Gubernur, Senin (3/3/2025). Upacara sakral ini menjadi simbol penyambutan bagi pemimpin baru, membawa harapan akan keberkahan dan perlindungan dalam mengemban amanah di Benua Etam.
Prosesi dipimpin langsung oleh Adji Pangeran Haryo Kusuma Poeger, sesepuh Kesultanan Kutai Kartanegara. Dalam ritualnya, bedak kuning bercampur air dioleskan ke tubuh Rudy dan Seno—pada punggung, telapak tangan, kepala, pundak, hingga kedua kaki. Maknanya jelas: penyucian diri dan kesiapan untuk memimpin.
Tak berhenti di situ, keduanya juga menjalani prosesi Ketikai Lepas. Dengan menarik janur kuning ke belakang, ritual ini menandai pencapaian mereka sebagai pemimpin Kaltim serta melepas segala bala yang mengiringi perjalanan politik mereka. Prosesi diakhiri dengan taburan beras kuning, lambang keberkahan dan kejayaan.
Dari prosesi adat, Rudy dan Seno kemudian memasuki kantor gubernur, disambut Sekretaris Daerah Sri Wahyuni serta jajaran pejabat Pemprov Kaltim. Mereka melangkah ke Ruang Serba Guna Ruhui Rahayu, tempat acara resmi pertama digelar. Sebelum masuk, keduanya terlebih dahulu menyaksikan Tari Topeng Wirun, sajian khas Yayasan Sangkoh Paitu Kesultanan Kutai Kartanegara.
Sehari menjabat, Rudy langsung memimpin rapat pimpinan di lingkungan Pemprov Kaltim. Tak ada waktu bersantai. “Kami ingin langsung bekerja, memastikan pembangunan Kaltim berjalan sesuai harapan,” ujarnya singkat.
Sementara itu, Adji Pangeran Haryo Kusuma Poeger menegaskan pentingnya prosesi Tepung Tawar. Tradisi ini, katanya, telah berlangsung sejak berdirinya Kerajaan Kutai Kartanegara dan menjadi bagian tak terpisahkan dari adat masyarakat Kutai.
“Seorang pemimpin yang masuk ke arena, disambut dengan senenan (gamelan). Seperti alunan gamelan yang merdu, begitu pula harapannya, pemimpin dapat menjalankan tugasnya dengan baik,” tutur Adji Pangeran.
Ia memastikan, warisan budaya ini tak akan luntur. “Adat dan tradisi Tepung Tawar akan terus dilestarikan sebagai bagian dari budaya di Benua Etam,” tegasnya. (Jor/El/Sekala)