Samarinda, Sekala.id – Pilkada mestinya jadi momentum bagi setiap warga negara untuk menentukan pemimpinnya, termasuk mereka yang tengah menjalani hukuman di lembaga pemasyarakatan. Namun, kenyataan di Lapas Kelas IIA dan Rutan Samarinda malah sebaliknya. Banyak Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) justru bingung bagaimana cara mencoblos.
Bukan hanya lantaran data kependudukan yang tak sinkron, juga karena minimnya sosialisasi dari penyelenggara pemilu. Akibatnya, hak pilih yang seharusnya tetap melekat pada mereka tak bisa digunakan.
Kasub Administrasi Rutan Samarinda, Elpasha, menuturkan bahwa sebagian besar WBP di tempatnya sama sekali tidak memahami mekanisme pemilihan. Menurutnya, ini terjadi karena KPU belum memberikan edukasi yang cukup.
“Karena tidak ada sosialisasi langsung dari KPU, akhirnya banyak WBP yang tidak tahu cara mencoblos. Ini harus jadi bahan evaluasi ke depan,” ujarnya, Senin (24/2/2025).
Lebih jauh, Elpasha menjelaskan bahwa selain kurangnya informasi teknis, WBP juga tidak mengenali siapa saja calon kepala daerah yang bertarung di Pilkada.
“Bagaimana mereka mau memilih, kalau tidak tahu siapa saja kandidatnya?” katanya.
Selain kurangnya sosialisasi, ada persoalan lain. Banyak WBP yang memiliki data kependudukan tidak valid, bahkan sebagian menyebut nama yang berbeda dengan identitas resmi mereka.
Agus, Kasub Bidang Registrasi Lapas Kelas IIA Samarinda, mengungkapkan bahwa hal ini sering menjadi kendala saat KPU melakukan verifikasi.
“Kadang ada yang memberikan nama berbeda dari data aslinya. Begitu dicek oleh KPU, informasinya berubah-ubah, jadi makin sulit,” ungkapnya.
Karena itu, Agus menekankan pentingnya pembenahan sistem administrasi kependudukan bagi WBP.
“Kalau identitas mereka sudah jelas dari awal, hak pilih pun bisa lebih mudah digunakan. Ini PR bersama agar mereka tetap bisa menyalurkan suara,” tegasnya. (Jor/El/Sekala)