Samarinda, Sekala.id – Di tengah hiruk-pikuk kota Samarinda, sebuah tradisi yang telah lama berakar di masyarakat Indonesia kembali terasa hangatnya menjelang Ramadan. Pemakaman Muslimin di Jalan Abul Hasan, Kelurahan Pasar Pagi, menjadi saksi keramaian yang tak biasa. Peziarah berdatangan, memadati area pemakaman dengan satu tujuan, mengenang dan mendoakan mereka yang telah pergi.
Musdalifah, seorang warga setempat dari Jalan Lambung Mangkurat, berbagi cerita tentang kebiasaannya.
“Ziarah ini sudah menjadi bagian dari persiapan kami menyambut bulan suci,” katanya.
Bersama anak perempuannya, ia mengunjungi makam keluarganya, sebuah ritual yang dilakukan dengan penuh kesungguhan dan doa.
Sementara itu, Titin, penjual bunga di tempat pemakaman, menyaksikan peningkatan yang signifikan dalam penjualan bunganya.
“Menjelang Ramadan, omset saya bisa meningkat drastis,” ungkapnya.
Dengan modal awal yang tidak sedikit, ia berhasil meraup keuntungan yang cukup besar, mencerminkan betapa pentingnya tradisi ini bagi masyarakat.
Titin mengungkapkan bahwa ia menginvestasikan sekitar Rp 3-3,5 juta untuk stok bunga, yang kemudian menghasilkan keuntungan berkisar Rp 5-7 juta rupiah dalam waktu lima hari.
“Ini adalah waktu yang paling ditunggu, banyak peziarah yang datang dan memeriahkan tradisi nyekar,” tambahnya dengan senyum.
Tradisi nyekar, atau ziarah kubur, bukan hanya sekedar mengenang, tetapi juga menjadi berkah tersendiri bagi mereka yang berdagang di sekitar pemakaman. Dua pekan menjelang Ramadan, Titin dan pedagang lainnya bersiap, menawarkan bunga-bunga indah sebagai simbol doa dan penghormatan, menambah nuansa sakral dalam persiapan menyambut bulan yang penuh berkah ini. (Ya/El/Sekala)