Samarinda, Sekala.id – Dinamika politik Kalimantan Timur (Kaltim) jelang Pilkada 2024 kian memanas. Sorotan tajam tertuju pada hasil survei yang gencar dipublikasikan oleh sejumlah lembaga, menyoroti popularitas dan elektabilitas para calon gubernur.
Salah satu yang menjadi pusat perhatian adalah Rudy Mas’ud, Ketua DPD Partai Golkar Kaltim yang juga maju sebagai calon gubernur. Rudy kerap dianggap memanfaatkan survei sebagai strategi untuk menggiring opini publik, meski metode ini dinilai sebagai “cara kuno” oleh beberapa kalangan.
Survei yang menunjukkan keunggulan bagi Rudy Mas’ud, dianggap sebagai upaya membangun legitimasi elektabilitasnya di mata publik. Namun, di tengah era digital yang transparan dan terbuka, metode ini dinilai tidak lagi relevan. Banyak pihak, terutama pemilih muda, mulai mempertanyakan keabsahan angka-angka tersebut.
Pengamat Kebijakan Publik, Iradat Ismail, menilai survei-survei tersebut lebih condong sebagai alat politik ketimbang representasi riil lapangan.
“Survei yang dihadirkan hanyalah strategi lama untuk membentuk persepsi bahwa seorang calon sedang unggul. Namun, faktanya di lapangan belum tentu demikian,” ungkapnya.
Ia juga menambahkan bahwa di era digital seperti saat ini, persepsi publik lebih dipengaruhi oleh interaksi langsung, transparansi program, dan keterlibatan kandidat, bukan sekadar angka dari hasil survei.
Rudy Mas’ud yang berasal dari keluarga politisi kuat, tampaknya berusaha membangun citra kemenangan melalui publikasi survei. Meski begitu, tak sedikit masyarakat yang skeptis terhadap hasil tersebut. Kritik datang tidak hanya dari lawan politik, tapi juga dari warga yang meragukan objektivitas lembaga survei.
Ada kekhawatiran bahwa lembaga-lembaga survei tersebut memiliki afiliasi politik tertentu yang bisa mempengaruhi hasilnya.
“Di Kaltim, ada beberapa survei yang memihak kepada Rudy Mas’ud tanpa transparansi soal pendanaan dan metodologi. Ini tentunya menimbulkan tanda tanya,” ujar Iradat.
Ia juga mengingatkan masyarakat untuk lebih kritis dalam menyikapi hasil survei. “Pemilih sebaiknya fokus pada program dan kapasitas calon dalam memimpin, bukan pada hasil survei yang bisa jadi tidak sesuai kenyataan,” tutupnya. (Jor/El/Sekala)