Samarinda, Sekala.id – Ketegangan mulai terasa di Ballroom Hotel Harris Samarinda. Puluhan kotak suara dari sepuluh kecamatan berbaris rapi, menanti pembukaan dalam Rapat Pleno Terbuka yang digelar Komisi Pemilihan Umum (KPU) Samarinda. Rabu malam (4/12/2024), adalah awal dari tahapan krusial yang akan menentukan arah demokrasi di Kota Tepian.
Firman Hidayat, Ketua KPU Samarinda, membuka rapat dengan suara lantang.
“Ini adalah bagian terpenting dari Pilkada. Semua kotak suara akan dibuka dan dihitung secara transparan,” katanya.
Pilkada Samarinda tahun ini berbeda. Warga hanya memiliki dua pilihan: pasangan calon Andi Harun-Saefuddin Zuhri melawan kotak kosong. Pilihan sederhana, tapi dengan implikasi yang mendalam. Di sisi lain, persaingan di tingkat provinsi terasa lebih sengit dengan duel Isran Noor-Hadi Mulyadi melawan Rudy Mas’ud-Seno Aji.
“Kami memastikan suara warga Samarinda akan terhitung dengan jujur. Ini bukan sekadar tugas, tetapi tanggung jawab moral,” tegas Firman.
Namun, apakah semua pihak akan menerima hasil ini dengan lapang dada? Samarinda, seperti banyak daerah lain di Indonesia, kerap dihantui bayang-bayang sengketa hasil pemilihan.
Rekapitulasi suara ini bukan hanya soal angka. Ia adalah ujian atas kepercayaan warga terhadap sistem demokrasi yang sedang diuji. Firman menyadari hal ini, dan ia tak segan meminta semua pihak untuk berpartisipasi aktif, baik dalam mengawasi proses maupun menyampaikan kritik.
“Jika ada kekurangan atau temuan, silakan sampaikan melalui jalur yang benar. Keamanan dan integritas adalah prioritas kami,” ujarnya.
Di tengah proses yang ketat, apresiasi mengalir untuk mereka yang bekerja di balik layar. Petugas KPPS, aparat keamanan, hingga relawan telah menjadi tulang punggung suksesnya Pilkada Samarinda. Firman menyebut ini sebagai kerja kolektif, artinya semua elemen masyarakat terlibat.
Bagi warga Samarinda, Pilkada ini adalah lebih dari sekadar pemilihan. Ini adalah janji perubahan, atau mungkin, kelanjutan dari apa yang ada. Suasana di Ballroom Hotel Harris mencerminkan itu: harapan, kecemasan, dan sedikit ketegangan.
“Proses ini harus mencerminkan kehendak rakyat Samarinda,” kata Firman dengan nada serius, seolah menegaskan bahwa tak ada ruang untuk kesalahan. (Jor/El/Sekala)