Samarinda, Sekala.id – Di balik pesona harganya yang ekonomis, ban vulkanisir menyimpan ancaman besar. Pilihan ini memang menggoda, terutama bagi pengendara motor matic atau pemilik kendaraan niaga dengan kantong pas-pasan. Tapi, pernahkah kita bertanya, berapa harga yang harus dibayar ketika nyawa jadi taruhannya?
Ban vulkanisir dibuat dengan menempelkan lapisan baru pada ban bekas melalui proses pemanasan ulang. Harapannya, ban yang sudah aus bisa kembali berfungsi. Namun, di jalan raya, ban jenis ini sering kali menjadi bom waktu yang siap meledak kapan saja. Risiko lapisan yang terkelupas hingga pecahnya ban di tengah perjalanan adalah ancaman nyata, terlebih saat kendaraan melaju kencang atau membawa muatan berat.
“Ban jenis ini terlihat hemat di awal, tetapi jika dihitung dari sisi keselamatan, kerugiannya jauh lebih besar,” ujar Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Samarinda, Hotmarulitua Manalu.
Pernyataan Manalu tak asal bicara. Data kecelakaan lalu lintas di Samarinda menunjukkan tren mengkhawatirkan, terutama pada kendaraan angkutan umum dan niaga. Banyak insiden disebabkan oleh kegagalan fungsi ban vulkanisir.
Larangan penggunaan ban vulkanisir bukan sekadar wacana. Payung hukum sudah jelas, mulai dari Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 hingga Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 19 Tahun 2021. Kedua regulasi ini menegaskan bahwa kendaraan bermotor wajib menggunakan ban yang memenuhi spesifikasi teknis.
“Ini bukan hanya soal aturan, tetapi soal menjaga nyawa. Keselamatan pengguna jalan adalah prioritas utama kami,” tegas Manalu.
Di balik alasan ekonomi, ban vulkanisir kerap menjadi pilihan pengusaha angkutan. Harganya jauh lebih murah dibanding ban baru. Namun, hemat ini hanya sementara. Ketika kecelakaan terjadi, biaya yang dikeluarkan untuk perbaikan, kehilangan pendapatan, hingga risiko kehilangan nyawa jauh lebih besar.
“Kami ingin masyarakat sadar bahwa keselamatan adalah investasi jangka panjang. Lebih baik mengeluarkan uang sedikit lebih banyak daripada mempertaruhkan nyawa,” tambah Manalu.
Dinas Perhubungan Samarinda tak hanya melarang, tetapi juga aktif mengedukasi. Sosialisasi mengenai bahaya ban vulkanisir akan digencarkan, khususnya kepada para pemilik kendaraan niaga.
“Harapan kami sederhana. Pemilik kendaraan beralih ke ban yang sesuai standar. Ini bukan hanya soal aturan, tetapi soal melindungi diri sendiri dan orang lain di jalan,” ujar Manalu penuh optimisme. (Jor/El/Sekala)