Samarinda, Sekala.id – Dalam upaya memperkuat pengawasan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2024, Badan Pengawas Pemilu Kalimantan Timur (Bawaslu Kaltim) menggandeng mahasiswa melalui program “Bawaslu Ngampus”. Acara yang digelar di Universitas Islam Negeri Sultan Aji Muhammad Idris (UINSI) Samarinda, Kamis (12/9/2024), ini menjadi momentum penting untuk melibatkan kaum muda, terutama mahasiswa, sebagai penggerak pengawasan demokrasi.
Menurut Koordinator Divisi Pengawasan dan Hubungan Antarlembaga Bawaslu Kaltim, Galeh Akbar Tanjung, mahasiswa memiliki posisi strategis sebagai aktor penting dalam pengawasan pemilu. Dengan intelektualitas dan kepedulian yang tinggi terhadap isu-isu sosial-politik, mereka dinilai mampu menjadi ujung tombak dalam memastikan proses demokrasi yang bersih dan adil.
“Mahasiswa bukan sekadar pemilih, mereka adalah penggerak. Kami mengajak mereka untuk ikut serta sebagai pengawas TPS. Pengalaman mereka dalam mengkritisi dan memantau dinamika politik bisa membawa angin segar dalam pengawasan Pilkada,” ujar Galeh dengan penuh antusias.
Kaltim sendiri, lanjut Galeh, menempati peringkat kedua dalam Indeks Kerawanan Pemilu (IKP) di tingkat nasional. Galeh menekankan, keterlibatan mahasiswa diharapkan dapat mempersempit peluang terjadinya pelanggaran. Dengan semakin banyak orang yang peduli dan terlibat langsung, kualitas pengawasan akan meningkat, dan setiap celah pelanggaran akan lebih mudah terdeteksi.
“Kita butuh lebih banyak pengawas, dan mahasiswa adalah jawabannya. Mereka bisa berkontribusi besar dalam memperkuat sistem pengawasan,” lanjutnya.
Tak hanya membuka kesempatan bagi mahasiswa untuk menjadi pengawas TPS, Bawaslu Kaltim juga meluncurkan inovasi teknologi dengan memperkenalkan aplikasi “Saluran Siaga Pilkada Serentak”. Aplikasi ini berbasis WhatsApp, yang dirancang untuk mempermudah masyarakat, termasuk mahasiswa, dalam melaporkan dugaan pelanggaran pemilu. Pengguna bisa langsung mengirimkan bukti berupa foto atau video ke Bawaslu dengan mudah dan cepat.
“Teknologi ini hadir untuk memperkuat partisipasi publik. Kami ingin setiap bentuk pelanggaran dapat dilaporkan secara real-time, tanpa hambatan,” tambah Galeh.
Selain soal pengawasan, Galeh juga menyoroti tantangan besar dalam pemilu, yaitu praktik politik uang. Ia menekankan pentingnya kesadaran semua pihak, terutama mahasiswa, untuk berperan aktif dalam memerangi politik uang. Menurutnya, mahasiswa punya idealisme yang kuat dan bisa menjadi agen perubahan dalam menciptakan pemilu yang lebih bersih.
“Kita butuh mahasiswa yang tidak hanya mengawasi, tapi juga berani menolak dan melawan praktik politik uang. Ini adalah perjuangan kita bersama untuk menjaga integritas demokrasi,” pungkas Galeh. (Jor/El/Sekala)