Kulon Progo, Sekala.id – Batik ternyaya bukan hanya soal seni, tapi juga inovasi. Untuk itulah, Dinas Koperasi dan UKM Kabupaten Kutai Timur (Kutim) melakukan perjalanan penting ke sentra batik SM-art Batik di Kecamatan Lendah, Kulon Progo, Yogyakarta. Di sana, rombongan yang dipimpin Sekretaris Kabupaten (Seskab) Rizali Hadi mempelajari inovasi unik, penggunaan lilin sawit sebagai malam batik.
Kamis (7/11/2024) itu menjadi momen berharga. Didampingi Kepala Dinas Koperasi dan UKM Teguh Budi Santoso serta Kepala Bidang Kelembagaan UKM Firman Wahyudi, mereka menggali wawasan tentang teknologi yang bisa menggantikan lilin parafin impor. Tak hanya ramah lingkungan, lilin sawit ini memanfaatkan sumber daya lokal yang lebih ekonomis.
“Kami ingin teknologi ini menjadi inspirasi bagi koperasi dan pengrajin batik di Kutai Timur. Kalau mereka bisa mengadopsinya, produk batik kita tak hanya lebih berkualitas, tapi juga berdaya saing tinggi,” ujar Teguh penuh optimisme.
CEO SM-art Batik, Miftahudin Nur Ihsan, dengan antusias menjelaskan keunggulan malam sawit. Menurutnya, bahan ini jauh lebih aman bagi pembatik dibandingkan lilin parafin. “Selain ramah lingkungan, malam sawit juga tidak membahayakan kesehatan pembatik. Mereka bisa bekerja lebih nyaman tanpa risiko gangguan pernapasan,” jelas Miftahudin.
Bukan hanya itu, lilin sawit ternyata juga lebih mudah diaplikasikan pada kain. Hal ini membuat proses membatik menjadi lebih efisien dan hasilnya lebih maksimal.
Firman Wahyudi dari Dinas Koperasi Kutai Timur pun tak ketinggalan memberikan apresiasi. Baginya, inovasi ini adalah contoh sempurna bagaimana UKM bisa memanfaatkan potensi sumber daya lokal. “Malam sawit bisa meningkatkan nilai tambah kelapa sawit yang melimpah di Indonesia. Ini bukan hanya inovasi bagi batik, tapi juga peluang besar bagi petani sawit,” tegasnya.
Kunjungan ini bukan sekadar studi tiru, melainkan langkah awal untuk transformasi UMKM batik di Kutai Timur. Dengan mengadopsi malam sawit, pengrajin batik diharapkan bisa menghasilkan produk yang tak hanya estetis, tapi juga berkelanjutan dan ramah lingkungan.
“Kami ingin batik dari Kutim dikenal tidak hanya karena keindahannya, tapi juga karena cerita di baliknya: bagaimana kami menjaga lingkungan dan memberdayakan sumber daya lokal,” pungkas Teguh.
Langkah ini diharapkan membuka pintu baru bagi UMKM di Kutai Timur untuk bersaing, baik di pasar nasional maupun internasional. Karena pada akhirnya, seni batik yang hidup dari inovasi adalah warisan budaya yang terus relevan dan mampu menjawab tantangan zaman. (Jor/Mul/ADV/Pemkab Kutim)