Samarinda, Sekala.id – Keluhan orang tua siswa soal mahalnya biaya seragam di beberapa sekolah negeri di Samarinda memicu sorotan serius. Ketua Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS) Samarinda, Abdul Rozak, mengingatkan agar sekolah tidak menjadi beban baru bagi keluarga, terutama di awal tahun ajaran.
“Jangan sampai ada anak yang tidak bersekolah hanya karena belum punya baju,” ujar Rozak, Senin (21/7/2025).
Ia menegaskan bahwa sekolah wajib menunjukkan kepedulian terhadap kondisi ekonomi wali murid. Salah satu bentuknya adalah dengan memberikan fleksibilitas dalam penggunaan seragam. Menurutnya, jika seragam dari koperasi sekolah belum tersedia, siswa diperbolehkan memakai seragam putih lama dari jenjang sebelumnya.
“Yang penting anak datang ke sekolah dulu. Soal baju, bisa pakai yang lama dulu. Sekolah jangan kaku,” tegasnya pada Senin (21/7/2025).
Rozak, yang juga menjabat sebagai Kepala SMA 16 Samarinda, mengatakan pihaknya terus mendorong keterbukaan informasi di semua sekolah, terutama dalam hal kebutuhan awal sekolah. Ia menyebut bahwa kebijakan soal seragam harus disampaikan secara jujur, tanpa ada tekanan kepada orang tua untuk membeli dari koperasi sekolah.
Ia juga menyoroti pentingnya keberpihakan terhadap siswa kurang mampu. Di sekolah yang ia pimpin, seluruh siswa yang diterima melalui jalur afirmasi mendapatkan bantuan seragam lengkap secara gratis, termasuk seragam batik, baju olahraga, dan seragam khas sekolah. Dana tersebut, menurut Rozak, berasal dari BOS Nasional.
“Khusus jalur afirmasi, kami tambahkan bantuan dari BOSNAS agar mereka tidak merasa berbeda dengan siswa lainnya,” jelasnya.
Untuk siswa reguler, ia menegaskan bahwa tidak ada kewajiban membeli seragam dari sekolah. Orang tua bebas membeli sendiri selama sesuai standar sekolah.
“Tidak ada paksaan beli di koperasi. Silakan cari sendiri kalau lebih murah atau lebih mudah,” ujarnya.
Rozak menyebut bahwa semangat program sekolah gratis tidak boleh berhenti pada kebijakan pemerintah saja. Sekolah, kata dia, harus aktif menerjemahkannya dalam sikap dan kebijakan internal.
“Pemerintah sudah hadir lewat aturan dan bantuan. Sekolah juga harus hadir lewat empati. Jangan jadikan seragam sebagai momok, apalagi penghalang anak untuk belajar,” tutupnya. (Kal/El/Sekala)