Samarinda, Sekala.id – Aksi protes bermuatan kritik terhadap pengelolaan sumber daya maritim terjadi di Samarinda. Sekelompok mahasiswa dan aktivis yang tergabung dalam Forum Komunikasi Pemuda Kalimantan Timur (Forkop Kaltim) menggelar demonstrasi di depan Kantor Gubernur Kaltim, Selasa (24/6/2025). Mereka menyoroti praktik Ship to Ship (STS) yang dijalankan PT Pelabuhan Tiga Bersaudara (PTB) di perairan Muara Berau dan Muara Jawa.
Forkop Kaltim menyebut aktivitas STS tersebut sebagai bisnis yang tidak transparan dan berpotensi menyebabkan kerugian negara hingga lebih dari Rp5 triliun. Massa aksi mempertanyakan mengapa keuntungan dari kegiatan bongkar muat di wilayah perairan yang masuk dalam kedaulatan Kaltim tidak berdampak signifikan terhadap pendapatan daerah.
“Kalau wilayah ini bagian dari Kaltim, maka aktivitas ekonominya seharusnya memberikan manfaat langsung ke daerah. Tapi faktanya, PT PTB diduga tidak pernah berkoordinasi dengan Pemprov,” kata Koordinator Forkop Kaltim, Edi Susanto, dalam orasinya.
Senada dengan itu, peserta aksi lainnya, Renaldi Saputra, menegaskan pentingnya pelibatan Perusahaan Daerah (Perusda) dalam pengelolaan STS agar keuntungannya dapat dinikmati masyarakat.
“Dikelola Perusda itu artinya transparan, dan hasilnya bisa masuk ke PAD untuk membiayai sektor prioritas seperti pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur,” ujarnya.
Dalam pernyataan sikapnya, Forkop Kaltim melayangkan lima tuntutan kepada Pemerintah Provinsi Kaltim. Mereka mendesak penindakan terhadap dugaan pelanggaran yang dilakukan PT PTB, meminta pengalihan operasional STS ke Perusda, menghentikan seluruh kegiatan perusahaan tersebut, dan mendorong penegakan keadilan sosial. Tak hanya itu, Forkop juga menuntut pengusutan menyeluruh atas aktivitas bisnis PT PTB yang mereka nilai sarat penyimpangan.
Menanggapi desakan demonstran, Kepala Bidang Pelayaran Dinas Perhubungan Kaltim, Ahmad Maslihuddin, menyatakan pihaknya akan menindaklanjuti laporan yang masuk, termasuk memeriksa legalitas lokasi operasional PT PTB berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW).
“Kalau ada indikasi pelanggaran izin, tentu akan ditindaklanjuti. Tapi untuk penindakan langsung, itu wewenang Kementerian Perhubungan karena PT PTB merupakan Badan Usaha Pelabuhan di bawah KSOP Samarinda,” terang Maslihuddin.
Persoalan yang mencuat tak hanya soal prosedur koordinasi, tetapi juga dugaan pelanggaran regulasi. PT PTB disinyalir menggunakan izin dengan data yang bermasalah dan beroperasi di luar wilayah yang diakui sebagai kawasan pelabuhan. Praktik tersebut disebut bertentangan dengan Permenhub Nomor PM 48 Tahun 2021 dan PM 59 Tahun 2021.
Masalah lainnya, menurut Forkop, adalah soal pungutan tarif bongkar muat sebesar USD 1,97 per metrik ton, di mana USD 0,8 diduga masuk ke rekening PT PTB tanpa dasar hukum yang sah. Temuan ini bahkan telah dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kejaksaan Agung, dan Kejaksaan Tinggi Kaltim. (Jor/El/Sekala)