Samarinda, Sekala.id – Ketika sebagian orang masih memandang sampah sebagai limbah tak berguna, Samarinda membuktikan sebaliknya. Lewat bank sampah, kota ini tak hanya membersihkan sudut-sudut jalan, tetapi juga mengubah paradigma, sampah adalah aset, bukan sekadar sisa.
Sorotan ini menjadi pusat perhatian dalam Penganugerahan Bank Sampah Unit (BSU) Kota Samarinda yang digelar Dinas Lingkungan Hidup (DLH) di Swiss-Belhotel, Selasa (3/12/2024). Acara ini memberikan panggung bagi pelaku-pelaku perubahan yang berhasil membuktikan bahwa sampah bisa menjadi jalan menuju ekonomi berkelanjutan.
“Manajemen sampah yang baik adalah kunci untuk menciptakan kota yang maju,” ujar Wakil Wali Kota Samarinda, Rusmadi Wongso, dalam sambutannya.
Bagi Rusmadi, pengelolaan sampah tidak lagi hanya soal kebersihan kota, melainkan fondasi untuk membangun ekosistem ekonomi sirkular. Dengan dukungan lintas sektor, mulai dari perusahaan besar hingga komunitas lokal, Samarinda memperlihatkan bahwa solusi lingkungan tidak perlu berhenti pada pengurangan limbah. Ia dapat melangkah lebih jauh, menciptakan nilai ekonomi sekaligus meningkatkan kesadaran kolektif masyarakat.
Di balik program ini, ada sederet nama yang menjadi aktor utama. PT Pertamina, PT Pegadaian, dan PT Telkomsel, misalnya, menerima penghargaan untuk kontribusi mereka di kategori dunia usaha. Di tingkat komunitas, BSU Sylva Lestari, BSU Flamboyan, dan BSU Teratai menyita perhatian sebagai pelaku terbaik.
Namun, cerita yang benar-benar mencuri perhatian datang dari BSU Sylva Lestari. Berawal dari kumpulan limbah plastik yang terlihat tak berguna, mereka kini menghasilkan kerajinan tangan bernilai jual tinggi.
“Kami ingin menunjukkan bahwa limbah tidak harus berakhir di tempat pembuangan. Dengan kreativitas, limbah bisa menjadi sumber pendapatan,” ujar salah satu anggota BSU.
Kelurahan Tani Aman menjadi bukti lain bahwa program bank sampah dapat menjadi katalis perubahan. Dua bank sampah binaan di kawasan ini berhasil meraih penghargaan berkat dukungan aktif dari pemerintah setempat. Dengan pengelolaan yang terorganisir, mereka tak hanya mengurangi jumlah sampah, tetapi juga meningkatkan kesadaran warga untuk hidup lebih ramah lingkungan.
Tak ketinggalan, perguruan tinggi seperti Fakultas Pertanian Universitas Mulawarman turut andil dengan memberikan pelatihan kepada masyarakat.
Program ini bukan sekadar inisiatif lokal. Bagi Rusmadi, keberhasilan Samarinda adalah langkah kecil menuju tujuan besar: menjadi inspirasi bagi kota-kota lain.
“Kami ingin menunjukkan bahwa solusi lokal dapat memberikan dampak global. Mengelola sampah adalah kunci untuk menciptakan masa depan yang lebih hijau,” tegasnya. (Jor/El/Sekala)