Samarinda, Klausa.co – Ratusan karyawan PT Batuah Energi Prima (BEP) mengadu ke DPRD Kalimantan Timur (Kaltim). Dalam aksi damai mereka meminta perusahaan tambang batu bara yang beroperasi di Kutai Kartanegara (Kukar) ini bisa beraktivitas kembali.
Dikatakan Nathan Lilin, manager operasional PT BEP, ratusan karyawan yang hadir ingin menyampaikan aspirasinya kepada wakil rakyat di Karang Paci. Sebab, fungsi DPRD sebagai jembatan antara rakyat dan pihak terlibat.
“Kami datang ke sini menyampaikan suara hati dari ribuan karyawan PT BEP,” ungkapnya, Rabu (21/6/2023).
Aksi damai ini dilakukan oleh karyawan agar PT BEP bisa beroperasi kembali. Pasalnya, ada banyak karyawan yang kini tidak lagi bekerja akibat penonaktifan system MOMs PT BEP. Akibatnya, ribuan orang menganggur dan tidak memiliki penghasilan untuk menghidupi keluarga mereka.
“Karyawan PT BEP kurang lebih mencapai seribu orang, tetapi yang datang pada hari ini ratusan saja. Kami sudah banyak yang dirumahkan, banyak karyawan yang tidak bekerja lagi, bagaimana nasib kami?” jelasnya.
Aktivitas PT BEP dinonaktifkan Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) selama beberapa tahun terakhir. Penonaktifan bermula dari laporan ke Bareskrim Mabes Polri oleh mantan direktur PT Batuah Energi Prima Eko Juni Antro.
Laporan bernomor LP/B/0754/ XII/2021/SPKT/Bareskrim Polri pada 16 Desember 2021. Laporan kemudian dicabut pada 11 November 2022 oleh Eko. Dia mengajukan surat pencabutan terhadap laporan tersebut yang ditujukan pada Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Mabes Polri.
Akibat tidak adanya tanggapan, Eko kembali melakukan upaya pencabutan perkara pada bulan Februari 2023. Melalui kuasa hukum Noble Law Firm, Eko melayangkan surat permohonan penghentian penyidikan yang ditandatangani empat kuasa hukum. Terdiri dari Muhammad Ridwan, Willy Martines Sayoga, Muhammad Reza Adjie Prayogo dan Samuel Goklas.
Surat Nomor 9/ NLF-EJA/I!/2023 tersebut ditujukan pada Kepala Badan Reserse Kriminal Mabes Polri. Diperkuat melalui Akta Perdamaian antara Eko Juni Anto sebagai pelapor dengan Erwin Rahardjo sebagai terlapor.
Disahkan di hadapan Majelis Hakim di dalam Persidangan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Kelas 1 A Khusus. Dalam Akta Perdamaian, memuat beberapa kesepakatan penyelesaian. Salah satunya, Eko sebagai pelapor mengakui Erwin sebagai direktur PT BEP yang sah sesuai dengan hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Selain itu, Eko juga mengakui penunjukkan Erwin Rahardjo sebagai Direktur PT BEP sejalan dengan pengangkatan PT BEP dari kepailitan. Dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Meski sudah ada akta perdamaian dan surat pencabutan laporan, hingga kini belum ada kepastian hukum perihal pengaktifan kembali PT BEP. Makanya, para karyawan meminta agar Mabes Polri segera menghentikan penyidikan terhadap Laporan Kepolisian yang dibuat Eko Juni Anto karena statusnya telah dicabut.
Padahal, surat permohonan penghentian penyidikan sudah beberapa kali dilayangkan ke Bareskrim Mabes Polri. Seharusnya, Mabes Polri segera menghentikan penyidikan atas Laporan Kepolisian yang telah dicabut oleh Eko.
Apabila dihentikan, ratusan karyawan bisa kembali bekerja dan memperoleh penghasilan untuk menghidupi keluarganya. Namun jika tidak dihentikan, PT BEP tidak bisa melakukan operasi penambangan dan para karyawan tidak bisa bekerja.
“Kita ketahui, harusnya kurang lebih 3 bulan ini Mabes Polri sudah menerbitkan SP3 karena pihak yang terlapor sudah berdamai. Kami di sini meminta agar permasalahan ini segera dituntaskan supaya teman-teman yang lain tidak terlantar seperti ini,” pintanya.
Menurutnya, PT BEP bukan perusahaan yang ilegal. Namun, perusahaan yang sudah lama beroperasi dan menghidupi kurang lebih 1.000 karyawan. Oleh karenanya, ia juga memohon pada Pemerintah, DPRD kaltim, Mabes Polri dan Presiden untuk mendengar suara hati rakyat.
Disinggung apa alasan Mabes Polri belum mengeluarkan SP3, ia menegaskan hingga saat ini tidak ada informasi mengenai hal tersebut. Namun jika mengacu pada aturan atau undang-undang yang ada, ketika dua kubu sudah berdamai maka penegak hukum harus bisa mengambil kebijakan/keputusan untuk menerbitkan SP3.
“Harusnya langsung diterbitkan karena kedua belah pihak sebenarnya sudah berdamai di pengadilan. Kami harap ibu bapak dewan bisa memfasilitasi untuk menuntaskan persoalan ini. Sehingga teman-teman lain tidak terlantar karena sangat prihatin ketika setiap bulan mereka dikejar-kejar untuk bayar cicilan,” tegasnya.
Menanggapi itu, Wakil Ketua DPRD Provinsi Kaltim Ir Seno Aji mengatakan bahwa pihaknya akan bersurat kepada Pemerintah Pusat dan mencoba melakukan pendampingan terhadap PT BEP ke Mabes Polri.
“Kemungkinan dua hari ini kita akan bersurat ke Mabes Polri dan menunggu jawaban kapan kita bisa ke sana. Intinya saya bersama komisi III akan mencoba memfasilitasi. Kita akan sampaikan pada Mabes Polri dan Kementerian ESDM bahwa persoalan ini sudah diselesaikan internal perusahaan Seharusnya mereka sudah bisa kembali bekerja,” paparnya.
“Soalnya mereka ini kan sudah 2-3 bulan tidak bekerja, saya dengar ada sekitar 1.200 orang yang dirumahkan. Tentu itu mempengaruhi sekali perekonomian mereka. Jadi kami minta perhatian pemerintah pusat untuk melihat kondisi mereka. Jangan hanya di posisi atas saja, tapi posisi bawah juga diperhatikan,” sambungnya. (Apr/Fch/Klausa)