Mahulu, Sekala.id – Di Kampung Long Melaham, cerita baru sedang ditulis. Sebidang tanah seluas 39,2 hektare kini bersalin rupa. Sentra Pariwisata Batoq Tenevang namanya. Bukan sekadar proyek, kawasan ini diharapkan menjadi denyut nadi ekonomi baru bagi Kabupaten Mahakam Ulu (Mahulu).
Kamis (14/11/2024), sejarah kecil tercipta di lantai dua Kantor Bupati Mahulu. Dalam sebuah prosesi sederhana tapi penuh makna, Sekretaris Daerah Mahulu, Stephanus Madang, menyerahkan pembayaran ganti rugi kepada sepuluh pemilik lahan. Tidak ada uang tunai yang berpindah tangan; transaksi dilakukan secara digital, simbol modernisasi dalam tata kelola pemerintahan daerah.
“Hari ini adalah tonggak penting. Lokasi ini kini resmi menjadi milik pemerintah, dan akan segera dikembangkan menjadi pusat wisata,” ujar Stephanus, membacakan sambutan Bupati Bonifasius Belawan Geh.
Namun, ini bukan sekadar soal ganti rugi. Lebih dari itu, langkah ini adalah janji. Janji bahwa Mahulu, kabupaten muda yang berdiri di tengah belantara Kalimantan, tak akan melulu menjadi latar belakang pembangunan ibu kota negara yang baru. Mahulu ingin menjadi panggung, memainkan peran utama di sektor pariwisata, menjual keunikan alam dan budaya yang tak dimiliki daerah lain.
Tanah yang dilepaskan pemiliknya itu bukan sekadar lahan kosong. Di bawahnya, terkandung harapan besar bagi masa depan masyarakat sekitar. Long Melaham, kampung kecil di Kecamatan Long Bagun, diproyeksikan menjadi episentrum baru pariwisata Mahakam Ulu. Pemerintah optimistis kawasan ini akan menarik wisatawan, sekaligus membuka peluang bisnis bagi masyarakat.
Stephanus menyebutkan satu peluang yang paling jelas, bisnis akomodasi.
“Jika kita kelola dengan baik, ini bisa menjadi sumber penghasilan berkelanjutan bagi warga. Kita harus membangun aset yang produktif, bukan membiarkan tanah ini menjadi beban yang tidak menghasilkan apa-apa,” tegasnya.
Mahulu bukan hanya soal alam liar yang memesona. Ada budaya Dayak yang berakar kuat, cerita rakyat yang melekat, dan kearifan lokal yang menjadi daya tarik utama. Namun, perubahan harus datang. Dengan Ibu Kota Nusantara (IKN) di Kalimantan Timur, pemerintah daerah tak bisa lagi menunggu.
“Kita harus mempersiapkan layanan pariwisata yang unik dan profesional. Sentra Pariwisata ini adalah langkah pertama,” ujar Stephanus.
Kawasan ini tak hanya akan menawarkan panorama alam. Pemerintah ingin menjadikan Batoq Tenevang sebagai tempat di mana tradisi bertemu dengan modernisasi. Di sinilah pengunjung akan menyaksikan tarian Dayak di tengah lanskap futuristik. Para wisatawan tak hanya datang untuk melihat, tetapi untuk merasakan kehidupan Mahulu yang sebenarnya.
Namun, mimpi besar tak pernah datang tanpa tantangan. Proses pengadaan tanah saja telah melalui perjalanan panjang dan melelahkan. Ada penyesuaian dengan peraturan, negosiasi dengan pemilik lahan, hingga menjaga kepercayaan masyarakat. Semua itu, menurut Stephanus, dilakukan dengan hati-hati demi memastikan tidak ada pihak yang dirugikan.
Ke depan, tantangan lain menanti: bagaimana mengelola kawasan ini dengan profesionalisme tinggi, melibatkan masyarakat lokal sebagai aktor utama, dan memastikan Sentra Pariwisata ini benar-benar memberikan dampak nyata. “Kita tidak ingin pembangunan ini hanya menjadi proyek monumental tanpa manfaat. Semua harus kembali ke masyarakat,” tegasnya.
Dengan letaknya yang strategis, Mahulu memiliki peluang besar untuk menjadi destinasi wisata nasional, bahkan internasional. Bukan tidak mungkin, dalam beberapa tahun ke depan, nama Batoq Tenevang akan bersanding dengan destinasi wisata terkemuka lainnya di Indonesia. Tapi ambisi itu tak bisa dicapai tanpa kerja keras dan inovasi.
Pesan Stephanus kepada Dinas Pariwisata, Pemuda, dan Olahraga menjadi kunci: “Lakukan inovasi. Libatkan masyarakat. Jadikan setiap program ini berarti, bukan hanya angka di laporan.” (Jor/Mul/ADV/Pemkab Mahulu)