Samarinda, Sekala.id – Suasana hangat menyelimuti ruang pertemuan Kantor Wali Kota Samarinda pada Senin (27/5/2024). Wali Kota Samarinda Andi Harun duduk berhadapan dengan puluhan anggota Persatuan Pedagang Sembako dan Minyak (P2SM) Samarinda dalam sebuah dialog penting. Topik utamanya terkait Peraturan Walikota Nomor 500.2.1/184/IV/2024 yang mengatur tentang pelarangan penjualan bahan bakar minyak (BBM) secara eceran tanpa izin resmi.
Kekhawatiran menyelimuti para pedagang. Aturan baru ini dikhawatirkan akan menghambat usaha mereka yang selama ini menjadi sumber penghidupan bagi banyak keluarga. Perwakilan P2SM menyampaikan aspirasi mereka dengan lugas, memohon kemudahan dalam proses perizinan penjualan minyak eceran di tengah iklim bisnis yang semakin kompetitif. Bagi mereka, izin usaha merupakan kunci kelangsungan hidup.
Menanggapi keresahan para pedagang, Andi Harun menunjukkan empatinya. Ia menjelaskan bahwa Pemkot Samarinda, bersama dengan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait, tengah merumuskan Surat Edaran yang diharapkan dapat mempermudah proses perizinan bagi para pedagang.
“Ada tiga syarat utama yang harus dipenuhi,” sebut Andi Harun.
Pertama, izin dari BPH Migas. Kedua, Nomor Induk Berusaha (NIB). Dan ketiga, pendaftaran di Online Single Submission (OSS) untuk mendapatkan Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI).
Lebih lanjut, ia memaparkan tiga kategori izin yang diperlukan bagi para pengusaha Pertamini dan penjual BBM eceran. “Izin dari BPH Migas merupakan kewajiban dari pemerintah pusat, sedangkan OSS dan KBLI termasuk dalam proses perizinan kedua,” tuturnya.
Sementara itu, kategori ketiga adalah izin dari pemerintah daerah, termasuk izin gangguan yang membutuhkan persetujuan dari warga sekitar. Mantan legislator Karang Paci itu menegaskan, bagi pedagang yang telah memenuhi ketiga kategori izin tersebut, usaha mereka dapat diteruskan. Namun, bagi yang belum memiliki izin, sosialisasi akan dilakukan melalui Surat Edaran yang masih dalam tahap finalisasi oleh Bagian Hukum Pemkot Samarinda.
Ia pun menekankan komitmennya untuk tidak mengeluarkan kebijakan yang bertentangan dengan aturan yang lebih tinggi, seperti izin dari BPH Migas. “Kami tidak dapat mencampuri urusan izin dari BPH Migas. Untuk OSS, jika syarat tidak terpenuhi, maka izin tidak akan diberikan,” tegasnya.
Di tengah situasi ini, ia menyarankan para pedagang untuk menjalin komunikasi dengan BPH Migas guna memperjuangkan hak mereka. “Kami memahami bahwa ini adalah cara masyarakat untuk meningkatkan pendapatan,” ujarnya.
Meski begitu, prioritas utama tetaplah keselamatan dan menghindari kerugian. Saat ini Pemkot Samarinda dihadapkan pada dilema antara mendukung usaha tambahan masyarakat dan menjaga keselamatan. Di sisi lain, Andi Harun juga berharap Pertamina dapat menyesuaikan kebijakannya dengan kondisi riil di lapangan.
“Solusi alternatif seperti Pertashop dari Pertamina membutuhkan investasi besar dan syarat teknis yang rumit, mencapai Rp250 juta per stasiun,” tuturnya.
Dialog ini menjadi komitmen Pemkot Samarinda untuk mencari solusi terbaik bagi para pedagang sembako dan minyak di Samarinda. Dengan mengedepankan dialog dan saling pengertian, diharapkan tercipta solusi yang adil dan menyeimbangkan antara kepentingan ekonomi dan keselamatan masyarakat. (Jor/El/Sekala)