Samarinda, Sekala.id – Stunting atau pertumbuhan anak yang terhambat merupakan salah satu isu kesehatan masyarakat yang menjadi prioritas nasional. Indonesia termasuk dalam daftar negara dengan status gizi buruk menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO). Hal ini tentu memerlukan upaya bersama untuk menanggulangi masalah stunting di tanah air.
Salah satu upaya yang dilakukan adalah melalui edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat, khususnya para orang tua dan kader kesehatan. Yayasan Abhipraya Insan Cendekia Indonesia (YAICI) dan Majelis Kesehatan PP Aisyiyah bekerja sama untuk mengedukasi beberapa kesalahan pemberian nutrisi kepada bayi dalam mencegah stunting di Samarinda, Kalimantan Timur (Kaltim).
Menurut Ketua Harian YAICI Arif Hidayat, banyak kesalahan perspektif yang berkembang di masyarakat terkait dengan pemberian nutrisi kepada bayi. Misalnya, memberikan kental manis sebagai pengganti susu, memberikan bubur nasi dan pisang sejak usia tiga bulan, serta kurang memperhatikan sanitasi dan kebersihan lingkungan.
“Kami sudah melakukan kunjungan terhadap sejumlah keluarga di Lok Bahu, Samarinda, yang memiliki anak yang terindikasi stunting. Kami menemukan beberapa kesalahan nutrisi yang berkembang di masyarakat,” ujar Arif pada Jumat (6/10/2023).
Arif berharap, melalui edukasi ini, para kader bisa menjadi agen perubahan di masyarakat. Mereka diharapkan bisa memberikan pengetahuan dan keterampilan kepada para orang tua tentang cara mencegah dan menangani stunting hingga ke akar-akarnya, serta cara memberikan makanan bergizi kepada anak-anak.
“Dengan adanya edukasi ini, para kader bisa menjadi agen perubahan di masyarakat. Saya juga harap mereka bisa memberi sosialisasi dan pendampingan kepada para orang tua tentang pentingnya memberikan ASI eksklusif selama enam bulan pertama,” jelasnya.
Acara edukasi ini juga mendapat dukungan dari pemerintah daerah. Riza Indra Riadi selaku Asisten III Bidang Administrasi Umum Sekretariat Provinsi Kaltim, memberikan apresiasi atas langkah yang dilakukan Aisyiyah dan YAICI.
“Kemiskinan dan migrasi penduduk menjadi salah satu faktor yang memicu terjadinya stunting di Kaltim, khususnya Samarinda,” kata Riza.
Sementara itu, Kepala Dinas Kesehatan Kaltim Jaya Mualimin mengatakan bahwa angka stunting di Kaltim mengalami kenaikan sebesar 23,9 persen pada tahun 2022. Dari yang sebelumnya sebesar 22,8 persen di tahun 2021.
“Ini sesuai dengan hasil SSGI 2021 dan 2022 dari Kementerian Kesehatan. Angka stunting di Kaltim termasuk tinggi, bahkan ada yang baru lahir sudah stunting. Ini menunjukkan, ada masalah gizi ibu hamil juga,” tuturnya.
Stunting bukan hanya masalah individu atau keluarga, tetapi juga masalah nasional yang berdampak pada pembangunan bangsa. Oleh karena itu, perlu adanya sinergi antara pemerintah, masyarakat sipil, swasta, akademisi, media, dan semua pihak yang peduli terhadap masalah stunting. Dengan begitu, kita bisa bersama-sama menciptakan generasi Indonesia yang sehat dan cerdas. (Dey/Zal/Sekala)