Jakarta, Sekala.id – Langkah besar kerap membutuhkan keberanian. Namun, keberanian itu juga harus diiringi dengan pertimbangan matang. Begitulah kiranya gambaran wacana baru yang mencuat dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Lembaga antirasuah ini mengusulkan penyidik tunggal dalam penanganan tindak pidana korupsi (Tipikor). Tujuannya tak lain untuk menghilangkan tumpang tindih kewenangan antara KPK, kepolisian, dan kejaksaan.
Dalam forum di Gedung ACLC KPK, Jakarta Selatan, Selasa (10/12/2024), Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan (Menko Kumham Imipas) Yusril Ihza Mahendra menyuarakan perlunya kajian mendalam.
“Kewenangan memberantas korupsi saat ini dimiliki oleh polisi dan kejaksaan, selain KPK. Ini menimbulkan tumpang tindih yang tidak sehat,” ujar Yusril.
Ia mengingatkan, pembentukan KPK didasarkan pada kondisi luar biasa. Korupsi yang akut membutuhkan pendekatan luar biasa pula, termasuk kewenangan khusus yang melampaui aturan umum KUHAP. Namun, setelah lebih dari dua dekade, kewenangan KPK seolah ‘terdistribusi’ ke lembaga lain.
Di tengah dinamika ini, muncul ide penyidik KPK harus independen, tidak lagi bergantung pada personel kepolisian atau kejaksaan.
“Tapi, ide besar ini perlu diimbangi dengan pembaruan Undang-Undang Tipikor. Tanpa itu, langkah ini tidak akan memiliki landasan hukum yang kuat,” kata Yusril.
Wacana ini sejatinya berangkat dari kebutuhan untuk mengatasi inefisiensi dan konflik kepentingan. Namun, pertanyaannya, apakah menjadikan KPK sebagai satu-satunya lembaga dengan kewenangan penuh akan efektif?
Dari perspektif hukum, penyidik tunggal memang bisa memperkuat KPK. Namun, dalam praktiknya, hal ini memerlukan penyesuaian besar-besaran, mulai dari pembaruan regulasi hingga perubahan struktur organisasi.
“Tekanan utama di tingkat global, seperti yang diusung oleh UNCAC, adalah pada pemulihan aset. Maka, pembaruan Undang-Undang Tipikor harus menyesuaikan dengan tantangan zaman,” ujar Yusril.
Selain itu, ia menekankan pentingnya koordinasi lintas institusi. Penyidik tunggal, jika tidak dikelola dengan tepat, justru berpotensi menimbulkan monopoli kewenangan yang rawan disalahgunakan.
Yusril menyebut, pemerintah akan mendengar masukan dari berbagai pihak, termasuk akademisi dan aktivis antikorupsi. Namun, ia juga mengingatkan bahwa wacana ini harus realistis dan tidak sekadar menjadi bahan diskusi tanpa tindak lanjut.
“Pikiran-pikiran seperti ini harus diuji. Tidak bisa langsung diterima begitu saja, tapi juga jangan buru-buru ditolak,” tegasnya. (Jor/El/Sekala)