Kukar, Sekala.id – Kecamatan Sangasanga, Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar), memiliki sejarah perjuangan yang menginspirasi. Di sini, para pejuang berhasil mengusir penjajah Belanda pada tahun 1947. Kini, Sangasanga menjadi salah satu destinasi wisata sejarah yang menarik.
Wakil Bupati Kukar, Rendi Solihin, mengapresiasi upaya pelestarian sejarah Sangasanga. Ia menghadiri peringatan 77 tahun Peristiwa Merah Putih Sangasanga pada Sabtu (27/1/2024). Ia mengatakan, Sangasanga memiliki banyak potensi wisata yang bisa dimanfaatkan.
Salah satu daya tarik wisata Sangasanga adalah Museum Merah Putih. Museum ini berisi koleksi benda-benda bersejarah yang berkaitan dengan perjuangan rakyat Sangasanga. Di antaranya adalah foto-foto pejuang, replika senjata, dan benda-benda antik. Museum ini juga menjadi saksi bisu peristiwa heroik yang terjadi di Sangasanga.
Selain museum, Sangasanga juga akan memiliki patung proklamator Indonesia, Ir. Soekarno, yang dikenal sebagai Bung Karno. Patung ini akan dibangun di Kota Juang, sebuah kawasan yang menjadi pusat perlawanan rakyat Sangasanga. Patung ini direncanakan akan menjadi patung terbesar di Kalimantan Timur.
“Patung pejuang proklamator akan berdiri di sini yang diproyeksi akan menjadi patung terbesar di Kalimantan Timur. Ini salah satu upaya kami untuk menarik wisatawan ke Sangasanga,” kata Rendi.
Rendi juga berharap, peristiwa Merah Putih Sangasanga bisa menjadi teladan dan semangat bagi generasi bangsa. Ia mengingatkan, banyak pejuang yang gugur demi mempertahankan Sangasanga dari penjajahan Belanda. Perlawanan rakyat Sangasanga 77 tahun silam ini membuktikan mereka tidak rela dijajah.
“Ini harus menjadi semangat bagi generasi muda. Saat ini kita tidak perlu lagi berkorban nyawa, tapi kita perlu bangkitkan semangat untuk membangun Kukar. Berkolaborasi membangun, sehingga bisa membayar semua pengorbangan para pejuang,” ujar Rendi.
Peringatan Peristiwa Merah Putih Sangasanga merupakan momen mengingat dan menghargai jasa pahlawan yang berjuang atas jajahan Belanda. Peringatan ini berawal ketika tentara Belanda (NICA) pada tahun 1945 menguasai Sangasanga yang kaya akan sumber minyak.
Berdasarkan catatan yang dimiliki markas ranting LVRI Sangasanga, hal itu membuat rakyat Sangasanga bersikeras mengusir Belanda dengan melakukan perlawanan tiada henti. Pejuang Sangasanga pun mengadakan rapat dan tercetuslah rencana merebut gudang senjata Belanda dengan cara mengalihkan perhatian penjajah kepada berbagai keramaian kesenian daerah pada 26 Januari 1947.
Di tengah keramaian itu, para pejuang membagikan senjata dan amunisi untuk merebut kekuasaan pada pukul 03.00 Wita dini hari 26 Januari 1947. Perjuangan pun berhasil. Sehingga pada pukul 09.00 Wita kota Sangasanga berhasil dikuasai pejuang, ditandai dengan diturunkannya bendera Belanda di Sangasanga Muara oleh La Hasan. (Jor/El/Sekala)