Kukar, Sekala.id – Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara (Pemkab Kukar) mengisyaratkan babak baru dalam hubungannya dengan awak media massa. Lewat forum santai bertajuk Ngapeh Santai Ngan Media yang digelar di Bukit Mahoni, Tenggarong Seberang, Selasa malam (1/7/2025), Bupati Aulia Rahman Basri dan Wakil Bupati Rendi Solihin menyampaikan pesan, “Kami tidak anti kritik.”
Tak ada meja panjang atau jarak protokoler. Hanya kopi, obrolan santai, dan keinginan membuka hubungan baru antara pemerintah dan insan pers Kukar. Di tengah suasana informal itu, Aulia berbicara lugas soal relasi kekuasaan dan media.
“Pemerintah itu seperti aktor. Kadang banyak penjilat bilang kami tampan, hebat, berhasil. Tapi saat kita bercermin, kita justru lihat rambut kusut. Nah, jurnalis itu cermin kami,” kata Aulia.
Aulia, yang punya latar belakang sebagai jurnalis, menyebut media bukan hanya penyampai informasi, tapi mitra dalam mengawal objektivitas pemerintahan.
“Kami tahu rasanya memegang angle, menulis dengan presisi, dan kadang harus melawan arus,” ujarnya, mengenang masa lalu.
Ia menyoroti pentingnya sudut pandang dalam kerja jurnalistik. Menurutnya, perbedaan angle bukan halangan, tapi kunci membangun keseimbangan informasi.
“Faktanya bisa sama, tapi sudut pandang bisa beda. Dan justru dari situ, muncul keseimbangan,” lanjutnya.
Sementara itu, Wakil Bupati Rendi Solihin turut menyambung nada keterbukaan. Meski tak menutup mata terhadap kritik terhadap media lokal, ia mengajak para jurnalis bersama-sama melakukan pembenahan.
“Iya, media kita di Kukar ini sekarang banyak yang turun kualitas. Tapi mari kita benahi. Kami siap dikritik. Kami siap mendengar. Pokoknya kami, Aulia-Rendi, No Baper-Baper Club,” ucap Rendi disambut tawa hadirin.
Namun forum ini bukan sekadar panggung basa-basi. Beberapa jurnalis menyampaikan keluhan serius: akses informasi publik di tingkat desa masih tertutup. Aulia menanggapinya dengan janji konkret.
“Kami akan teruskan pesan ini ke bawah. Wartawan bekerja dengan undang-undang, dengan etika, dengan tanggung jawab. Mereka bukan lawan, mereka mitra,” tegasnya.
Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Kaltim, Abdurrahman Amin, yang hadir malam itu, menyentil soal peran pers yang lebih dari sekadar penyampai kabar pembangunan fisik.
“Sekolah dibangun itu output. Tapi kesadaran masyarakat akan pentingnya pendidikan karena liputan kalian, itulah outcome,” katanya.
Ia juga mengapresiasi prestasi Kalimantan Timur dalam capaian Indeks Kemerdekaan Pers nasional—indikator bahwa ruang demokrasi di daerah ini masih berdenyut.
Di penghujung diskusi, Aulia menegaskan kembali posisinya.
“Yang kami butuh itu suara berbeda, kritik, analisa, bahkan teguran. Karena di situlah kami tahu: apakah program kami menyentuh, atau cuma terlihat bagus di atas kertas,” pungkasnya.
(Jor/El/Sekala)