Samarinda, Sekala.id – Penegakan hukum kasus perusakan lahan di Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus Universitas Mulawarman (KHDTK Unmul) masih jalan di tempat. Minimnya barang bukti dan sikap tak kooperatif dari sejumlah saksi utama menjadi penghambat utama.
Hal ini terungkap dalam rapat gabungan antar komisi DPRD Kalimantan Timur (Kaltim) pada Senin (5/5/2025). Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Kaltim, Kombes Pol Juda Nusa Putra, menyebutkan dua saksi kunci berinisial RS dan A hingga kini belum berhasil ditemukan. Keduanya diduga mengetahui langsung aktivitas tambang ilegal di KHDTK.
“Pemanggilan sudah dilakukan, tetapi nomor mereka tidak aktif. Kami akan manfaatkan teknologi direktorat cyber untuk melacak keberadaan mereka,” ujar Kombes Juda.
Sementara itu, Kepala Gakkum KLHK Kalimantan Leonardo Gultom menyatakan bahwa dari 14 saksi yang dipanggil, empat di antaranya belum memenuhi panggilan, termasuk seseorang yang terekam di lokasi tambang.
“Kami minta nama-nama yang tidak kooperatif segera dimasukkan dalam Daftar Pencarian Orang (DPO). Ini penting agar proses pemeriksaan tidak berlarut,” tegas Leonardo.
Nama Koperasi Serba Usaha Putra Mahakam Mandiri (KSU PUMMA) kembali mencuat sebagai pihak yang diduga kuat terlibat. Dugaan ini diperkuat dengan temuan surat permohonan kerja sama dari KSU PUMMA kepada pihak Unmul pada 12 Agustus 2024. Namun, proposal tersebut ditolak karena bertentangan dengan fungsi KHDTK sebagai kawasan pendidikan dan konservasi.
Wakil Rektor IV Unmul, Nataniel Dengen, menyayangkan aktivitas tambang tetap berlangsung meski sudah ditolak. “Kegiatan ini merusak integritas kampus sebagai institusi akademik. Kami minta aparat segera bertindak tegas,” ujarnya.
Polda Kaltim didesak untuk menetapkan tersangka dalam dua pekan ke depan. Selain itu, Fakultas Kehutanan Unmul diminta menghitung nilai kerugian sebagai dasar gugatan perdata. DPRD juga mendorong revisi izin usaha tambang yang wilayahnya masuk kawasan KHDTK serta meminta dukungan pengelolaan dari Pemprov Kaltim. (Jor/El/Sekala)