Mahulu, Sekala.id – Kekayaan alam Mahakam Ulu (Mahulu), dengan hutan yang rimbun, sungai yang mengalir deras, serta tanah yang subur, kerap menjadi kebanggaan sekaligus tantangan. Di tengah upaya menggenjot pertumbuhan ekonomi, pertanyaan besar muncul: mampukah Mahulu menjaga harmoni antara pembangunan dan kelestarian lingkungan?
Pertanyaan ini menjadi inti dari Sosialisasi Perlindungan dan Pengelolaan Sumber Daya Alam Berwawasan Lingkungan untuk Pembangunan Berkelanjutan yang digelar di Kantor Bupati Mahulu, Rabu (20/11/2024). Kegiatan ini menghadirkan berbagai pemangku kepentingan, mulai dari perwakilan Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Kalimantan Timur hingga para petinggi desa, dalam upaya mencari jawaban atas dilema tersebut.
Mewakili Bupati Mahulu Bonifasius Belawan Geh, Kepala Bagian Perekonomian dan Sumber Daya Alam, Lung, menegaskan bahwa pembangunan yang berwawasan lingkungan bukan lagi pilihan, melainkan keharusan.
“Eksploitasi berlebihan terhadap sumber daya alam kita bisa menjadi bom waktu. Bukan hanya ekosistem yang terganggu, tetapi juga kesejahteraan masyarakat di masa depan,” tegas Lung.
Ia mengutip tema pembangunan Mahulu tahun 2025, “Pengembangan Ekonomi Berbasis Sumber Daya Alam dan Kearifan Lokal untuk Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat,” sebagai landasan strategis. Tema ini menggarisbawahi pentingnya menjaga aset alam seperti air, tanah, dan hutan, sembari memanfaatkan kearifan lokal sebagai panduan pengelolaan.
Dalam sosialisasi tersebut, para narasumber, E. Yudha Harfani dan Rustam dari Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Kalimantan Timur, menyoroti perlunya keseimbangan antara ekonomi, sosial, dan lingkungan.
“Jika sumber daya alam hanya dilihat sebagai angka dalam neraca ekonomi, maka kehancuran sudah di depan mata,” kata Yudha.
Namun, solusi bukan sekadar menahan laju pembangunan. “Kita perlu kebijakan yang tegas, penegakan hukum yang konsisten, dan partisipasi aktif dari masyarakat untuk memastikan pembangunan berjalan tanpa merusak lingkungan,” tambah Rustam.
Mahakam Ulu memiliki modal yang jarang dimiliki daerah lain: kearifan lokal yang kaya. Tradisi masyarakat adat yang menghormati alam menjadi pelajaran berharga dalam menjaga keberlanjutan.
“Nilai-nilai lokal ini harus menjadi roh dalam setiap kebijakan. Kita harus belajar dari leluhur yang sudah lama hidup selaras dengan alam,” ujar Ulu Lung.
Meski optimisme menyeruak, tantangan besar tak dapat dihindari. Tekanan ekonomi global, kebutuhan investasi, hingga potensi konflik kepentingan antara pelestarian dan eksploitasi menjadi ujian nyata.
Sosialisasi ini tidak hanya menjadi ajang diskusi, tetapi juga panggilan untuk bertindak.
“Kita tidak punya banyak waktu. Jika tidak bergerak sekarang, generasi berikutnya hanya akan mengenal Mahulu sebagai cerita, bukan kenyataan,” tutup Ulu Lung dengan nada serius. (Jor/Mul/ADV/Pemkab Mahulu)